Thursday, February 20, 2020

ISTIQOMAH UPAYA MENYAPA KEMATIAN DENGAN INDAH

Istiqamah dalam terminologi Islam berarti memiliki pendirian yang kuat dan teguh Frasa ini berasal dari bahasa Arab yaitu istiqama, yastaqimu, istiqamah yang berarti tegak lurus.

Bicara tentang istiqamah, akan memunculkan beragam interpretasi berkaitan dengan maknanya, karena istiqamah memiliki makna yang sangat dalam.

Rasulullah pun mengakui hal tersebut, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma,

مَا نُزِّلَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ- آيَةً هِيَ أَشَدُّ وَلَا أَشَقُّ مِنْ هذِهِ الآيَةِ عَلَيْهِ،

 وَلِذلِكَ قَالَ لِأَصْحَابِه حِيْنَ قَالُوْا لَه: لَقَدْ أَسْرَعَ إِلَيْكَ الشَّيْبُ! فَقَالَ : شَيَّبَتْنِيْ هُوْدٌ وَأَخْوَاتُهَا

Tidaklah ada satu ayat pun yang diturunkan kepada Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam yang lebih berat dan lebih susah daripada ayat ini (ayat istiqomah ).

Oleh karena itu, ketika beliau ditanya, ‘Betapa cepat engkau beruban’, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Sahabatnya, ‘Yang telah membuatku beruban adalah surat Hûd dan surat-surat semisalnya.

Karenanya Istiqamah hanya bisa konsisten dilakukan, jika kita memahami tujuan dari melakukan sesuatu dan paham akan resiko juga keuntungannya.

Rasulullah sangat memahami perintah istiqomah, tidak ada perintah Allah yang tidak penting hanya saja istiqomah adalah perintah yang sangat berat. 

Dalam Syarh Shahîh Muslim (1/199) Abul-Qâsim al-Qusyairi rahimahullah mengatakan bahwa “Istiqâmah adalah suatu derajat yang dengannya segala urusan (agama) menjadi sempurna dan dengannya akan didapatkan kebaikan-kebaikan dan keteraturan.”

Istiqamah lahir dari kebiasaan, dan kebiasaan lahir dari paksa diri. memaksa diri melakukan kebaikan adalah batu pertamanya. Istiqamah tdk mungkin lahir dari kelalaian.

Paksa diri adalah upaya berjenjang untuk sampai pada kebiasaan, setiap kita akan bangkitkan dan dimatikan sebagaimana kebiasaan-kebiasaan kita.

Nabi Shallahu'alaihi wa Sallam_ bersabda :

يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ

"Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya" HR Muslim no (2878).

Sesiapa yang mati dalam keadaan lalai, ia akan bangkit dalam keadaan lalai, sesiapa yang mati dalam kondisi keburukan maka ia akan bangkit dalam kondisi keburukan.

Karenanya Berkata Al - Munaawi dalam At-Taisiir bi Syarh Al-Jaami' As-Shogiir' (2/859).

 أَيْ يَمُوْتُ عَلَى مَا عَاشَ عَلَيْهِ وَيُبْعَثُ عَلَى ذَلِكَ 

"Yaitu ia meninggal di atas kehidupan yang biasa ia jalani dan ia dibangkitkan di atas hal itu."

Pentingnya melazimkan kebiasaan baik walau nampak kecil, sebab kita tidak pernah tahu pada kebiasaan kecil apa kita akan mengakhiri kehidupan.

Dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Amalan yang paling Allah sukai adalah yang dilakukan secara konsisten walaupun sedikit.”

Nampaknya para ulama sangat terobsesi dengan perintah istiqamah, sehingga bisa kita baca dalam literatur dan fakta-fakta sejarah bagaimana mereka manjalani kehidupan dengan keasyikan beribadah.

Adalah Abdullah bin Idriis (190-192 H) misalnya dalam Taariikh Al-Islaam' karya Ad-Dzahabi (13/250) atau 'Ats-Tsabaat 'inda Al-Mamaat' karya Ibnil Jauzi hal 154) ,

عَنْ حُسَيْن الْعَنْقَزِي قَالَ:
 لَمَّا نَزَلَ بِابْنِ إِدْرِيْسَ الْمَوْتُ بَكَتْ ابْنَتُهُ

 فَقَالَ: لاَ تَبْكِي يَا بُنَيَّة، فَقَدْ خَتَمْتُ الْقُرْآنَ فِي هَذَا الْبَيْتِ أَرْبَعَةَ آلاَف خَتْمَة

Dari Husain Al-'Anqozi, ia bertutur :
"Ketika kematian mendatangi Abdullah bin Idris, maka putrinya pun menangis, maka Dia pun berkata :

 "Wahai putriku, jangan menangis! Sungguh, Aku telah mengkhatamkan al Quran dirumah ini 4000 kali".

Betapa lebarnya senyuman mereka menghadapi kematian, betapa menenangkannya mereka menghadapi maut. Betapa mereka mencintai kematian, lebih dari cintanya pada kehidupan.

Dikisahkan pula dalam Taariikh Al- Islaam' (8/142) Mush'ab bin Abdillah bercerita tentang 'Aamir bin Abdillah bin Zubair yang dalam keadaan sakit parahnya Aaamir bin Abdillah mendengar muadzin mengumandangkan adzan untuk shalat maghrib, padahal ia dalam kondisi sakaratul maut pada nafas-nafas terakhir, maka iapun berkata :

سمع عامر المؤذن وهو يجود بنفسه فقال: خذوا بيدي إلى المسجد، فقيل: إنك عليل فقال: أسمع داعي الله فلا أجيبه فأخذوا بيده فدخل مع الإمام في صلاة المغرب فركع مع الإمام ركعة ثم مات

 “Pegang tanganku aku ingin ke mesjid…!!”

Mereka yang hadir pun berkata : "Engkau dalam kondisi sakit !"

Diapun berkata :

 ”Aku mendengar muadzdzin mengumandangkan adzan sedangkan aku tidak menjawab (panggilan)nya, Peganglah tanganku…!"
 
Maka merekapun memapahnya lalu iapun sholat maghrib bersama Imam berjama'ah, diapun shalat satu rakaat kemudian meninggal dunia. 

Nampaklah bagi kita bahwa, istiqamah adalah jalan panjang yang harus ditempuh, sebagai upaya menghadapi akhir yang indah bahwa kematian akan datang menyapa setiap kebiasaan yang telah lama dibangun. 

*Naser Muhammad*

No comments:

Post a Comment