Friday, April 17, 2020

MENIKAH ITU KARENA TAKWA BUKAN YANG LAINNYA


Menikah itu berat, ia butuh kesiapan yang matang tuk melaluinya. Menikah amat berbeda dengan ibadah lain yang terikat dengan waktu, menikah itu ibadah yang membutuhkan masa yang panjang.

Pernikahan itu kebahagiaan yang dibalut oleh ujian-ujian. Segala bentuk kebahagiaan ada pada pernikahan, pun segala bentuk ujian ada dalam pernikahan.

Pernikahan amat berat, engkau takkan mampu melewatinya sendirian. Engkau selamanya takkan mampu mengimbangi gelombangnya, badainya, bahkan guncangan gempanya.

Menikah harus dengan podasi yang kuat, dan tak ada pondasi terkuat dalam urusan ibadah pernikahan kecuali takwa.

Menikah adalah implementasi takwa, menikah seharusnya disandarkan pada takwa bukan pada yang lainnya.

Janganlah menikah sekedar untuk mengubah status, atau sekedar untuk melampiaskan nafsu hewaniyah.

Menikalah karena takut berbuat maksiat, menikahlah untuk menjaga iman, menikahlah untuk mengekang nafsu maksiat. Menikah selamanya harus dengan takwa.

Menikah itu akad, sebuah narasi perjanjian yang engkau buat antara dirimu dengan Allah karenanya dia disebut mitsaqon ghaliza. 

Engkau bukan hanya berjanji pada orang tuanya untuk memberinya kasih sayang, dan penghidupan yang layak. Tapi lebih dari itu, engkau sesungguhnya berjanji kepada Allah untuk membawanya ke syurga.

Itu artinya engkau siap mengorbankan dirimu dibakar di Neraka jika tak sanggup membawanya sampai di sana. Engkau takkan bisa mengelak dihadapan Allah setelah engkau berikrar atas nama Allah dihadapan seorang wanita.
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisa: 21.)

Menikah itu butuh kecerdasan memahami orang lain, ia membutuhkan hati yang benar-benar lapang dan luas untuk menerima kekurangan orang lain. Menikah itu berpindah dari diri sendiri, menuju kepada diri orang lain.

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

 “… Dan bergaullah dengan mereka secara patut…” [An-Ni-saa’/4: 19].

Memutuskan untuk menikahi, artinya memutuskan untuk menerima segala yang ada padanya secara utuh entah itu berupa kebaikan dan keburukan yang ada padanya. 

فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرً

Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allâh menjadikan padanya kebaikan yang banyak. [An-Nisâ`/4:19].

Maka terimahlah keburukan yang ada pasanganmu, sebagaimana engkau menerima kebaikan-kebaikan yang ada padanya.

 وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ.

“Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik kepada wanitanya.”

Menikah itu ibadah, puncak tertinggi dari ibadah menikah itu adalah amanah yang harus ditunaikan, amanah pernikahan tertinggi itu adalah,

قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

 “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka…” [At-Tahriim/66: 6]

Pernikahan yang tidak dibingkai dengan takwa tidak mungkin membawa ke syurga, pernikahan yang tidak didasari oleh takwa pasti berakhir di neraka.

Bahkan keromantisan pernikahan yang dibalut cinta dan kasih sayang haruslah dengan keyakinan takwa, agar keromantisan itu bukan sekedar rayuan rapuh, tapi ibadah yang menyenangkan.

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً، قَامَ مِنَ الَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِيْ وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً، قَامَتْ مِنَ الَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى، فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah merahmati seorang pria yang bangun malam untuk shalat, dan membangunkan isterinya untuk shalat. Jika istrinya menolak, maka ia memercikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam untuk mengerjakan shalat dan membangunkan suaminya untuk shalat. Jika suaminya menolak, maka ia memercik-kan air ke wajahnya.”

Wanita adalah kesenian tingkat tinggi, wanita adalah ciptaan Allah yang sangat artistik. Memperlakukan wanita butuh jiwa yang sangat lembut untuk menemukan sarinya. Maka perlakukanlah mereka dengan penuh kehati-hatian.

وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِيْ الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا

“Perlakukanlah wanita dengan baik, karena wanita terbuat dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah sebelah atas, jika engkau luruskan maka akan membuatnya patah dan jika kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok, maka berlaku baiklah terhadap wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka menikah itu sesungguhnya adalah ibadah yang sangat luar biasa, kesabaran, lapang dada, dan hati yang lembut senantiasa dibutuhkan setiap saat dan semua itu takkan mungkin ada, jika pernikahan tak dibalut oleh ketakwaan.

Banyak yang menikah dengan mahar yang melimpah, pesta yang meriah bahkan konsep ala eropa, ditutup dengan bulan madu yang wah.

Tapi apa kabarnya? pernikahannya tidak lebih dari sebulan saja. persis seperti mengontrak rumah. Pernikahan dengan konsep yang digagas demikian rupa, pada akhirnya berujung dengan sia-sia. Karena takwa tak menjadi pondasi utamanya.

فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“ Utamakanlah oleh kalian perempuan yang baik agamanya, taribat yadak.” (HR. Muslim no. 3620)

Tapi ada penikahan yang konsepnya sangat biasa, bahkan jauh dari kata mewah. tapi memiliki ketahanan nafas panjang yang luar biasa, karna pondasinya hanya semata takwa.

Ini bukan cerita dusta, ini adalah fakta bahwa menikah dengan takwa walau sederhana, itu miniatur syurga. Dikisahkan dalam hadits Rasulullah.

هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ؟ قَالَ: لاَ وَاللهِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَقالَ: اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ، فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا. فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ: لاَ وَاللهِ، مَا وَجَدْتُ شَيْئًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ : انْظُرْ وَلَوْ خَاتَماً مِنْ حَدِيْدٍ. فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ، فَقَالَ: لاَ وَاللهِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَلاَ خَاتَماً مِنْ حَدِيْدٍ، وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي فَلَهَا نِصْفُهُ. فَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ : مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ، إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ، وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ مِنْهُ شَيْءٌ. فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى إِذَا طَالَ مَجْلِسَهُ قَامَ، فَرَآهُ رَسُوْلُ للهِ مُوَالِيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ، فَلَمَّا جَاءَ قَالَ: مَاذَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ؟ قال: مَعِيْ سُوْرَةُ كَذَا وَسُوْرَة كَذَا –عَدَّدَهَا- فَقاَلَ: تَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: اذْهَبْ، فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ

“Apakah engkau punya sesuatu untuk dijadikan mahar?”

“Tidak demi Allah, wahai Rasulullah,” jawabnya.

“Pergilah ke keluargamu, lihatlah mungkin engkau mendapatkan sesuatu,” pinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Laki-laki itu pun pergi, tak berapa lama ia kembali, “Demi Allah, saya tidak mendapatkan sesuatu pun,” ujarnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Carilah walaupun hanya berupa cincin besi.”

Laki-laki itu pergi lagi kemudian tak berapa lama ia kembali, “Demi Allah, wahai Rasulullah! Saya tidak mendapatkan walaupun cincin dari besi, tapi ini sarung saya, setengahnya untuk wanita ini.”

“Apa yang dapat kau perbuat dengan izarmu? Jika engkau memakainya berarti wanita ini tidak mendapat sarung itu. Dan jika dia memakainya berarti kamu tidak memakai sarung itu.”

Laki-laki itu pun duduk hingga tatkala telah lama duduknya, ia bangkit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya berbalik pergi, maka beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil laki-laki tersebut.

Ketika ia telah ada di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bertanya, “Apa yang kau hafal dari Al-Qur`an?”

“Saya hafal surah ini dan surah itu,” jawabnya.

“Benar-benar engkau menghafalnya di dalam hatimu?” tegas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Iya,” jawabnya.

“Bila demikian, baiklah, sungguh aku telah menikahkan engkau dengan wanita ini dengan mahar berupa surah-surah Al-Qur`an yang engkau hafal,” kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 1425)

Teranglah bahwa takwa menjadi bagian penting yang diperintahkan, untuk membangun mahligai pernikahan. Tak ada satupun yang dihasilkan oleh ketakwaan kecuali kebaikan-kebaikan.

لا تزوج ابنتك إلا من تقي، إذا أحبها أكرمها وإن كرهها لم يظلمها

“Janganlah kamu menikahkan putrimu kecuali dengan laki-laki yang bertakwa. Karena jika dia mencintai istrinya maka akan memuliakannya dan jika tidak suka maka tidak akan mendzaliminya.”

Itulah mengapa wanita haram dinikahkan tanpa wali, sedangkan lelaki tidak. agar wali bisa memastikan bahwa, anak wanitanya benar-benar bersandar dibahu yang tepat.

Menikah itu berat, tapi tidak jika engkau menikah kerena takwa. Maka menikahlah karena takwa, tinggalkan hubungan yang haram maka niscaya Allah akan bangunkan bagimu hubungan yang lebih baik dan lebih abadi.

فاغضض ﺑﺼﺮﻙ ، فإن من ارتضى بحلاله رزق الكمال فيه

"Pejamkanlah matamu dari hal-hal yang haram. Ketahuilah, orang yang merasa cukup dengan suatu yang halal, maka dia akan diberi kenikmatan yang sempurna di dalam barang halal tersebut."

Percayalah firman Allah,

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363)

*Naser Muhammad

No comments:

Post a Comment