Tuesday, March 17, 2020

KALUT SEORANG AYAH

Saat pagi tiba sang ayah menyelempangkan tas kerja di bahunya lalu bersiap memakai sepatu, tetiba sang anak mengintip dari balik jendela rumah.

Yah, nanti pulang belikan kakak susu yah..." ujar anak itu polos.

Baru beberapa langkah sang ibu dari dalam tergopoh-gopoh berlari keluar,

Yah, beras habis ntar kalo pulang sekalian ya..." 

Lelaki itu getir, ia melangkah dengan berat dan nampak gontai.

Baru saja lelaki itu sampai di kantor handphonenya berdering, nada SMS dari nomor yang sangat dikenalnya.

Ini dengan bapak Amir yah, Maaf pak tunggakan SPP anak bapak sudah 3 bulan belum terbayar tolong dibayar hari ini ya..." isi pesan itu menohok.

Betapa kalutnya ayah itu, hal itu mungkin bukan masalah, saat persediaan uang sedang baik. Apalah daya jika hal itu datang saat persediaan uang sedang kosong.

Begitu banyak ayah yang mungkin saja merasakan gundah yang sama. tagihan listrik, SPP, kebutuhan gas, beras, lauk pauk, sayur mayur dan jajan anak harus ditunaikan dalam waktu bersamaan.

Tidak sedikit ayah yang berusaha nampak tegar dihadapan anak dan istrinya, berusaha terlihat tangguh dalam kerapuhan dan kekalutannya. berusaha menunjukkan kepada anak dan istri bahwa itu bukan apa-apa.

Meski ia sudah berkali kali memutar otak berusaha menenangkan hati, untuk menyelesaikan semua pemintaan itu sendirian. Tapi jalan masih juga buntu.

Beban itu ia pikul sendirian, dalam lamunan. Maka tak jarang kita didengarkan, ayah yang merenggang nyawa dengan seutas tali jemuran sebagai pelarian.

Tak jarang tangan seorang ayah berlumuran darah karena berebut ladang penghasilan. Tak jarang seorang ayah terlibat perkelahian karena masalah yang tak bisa dituntaskan.

Baginya, susu, beras, SPP, dan hutang hutang harus lunas apa pun yang terjadi. Tapi tak jarang sang ayah tak pernah lagi bisa kembali ke rumah, justru karena susu yang tak terbeli karena mendekam dipenjara sebab berkelahi.

Ada seorang ibu yang menanti suaminya pulang berharap menenteng belanjaan, ada anak yang menunggu ayahnya pulang demi sekantong jajanan yang ia pinta pagi tadi. 

Tapi nun jauh di sana suami yang di nanti, ayah yang di tunggu tak kunjung kembali. Karena amukan massa yang berteriak menggebukinya, darah bersimbah, merenggang nyawanya, karena tak punya solusi untuk memenuhi keinginan keluarganya. Resiko itu dia hadapi demi memenuhi perannya sebagai seorang Ayah.

Betapa hebatnya seorang ayah yang tetap sabar dalam kekalutannya, betapa salutnya diri ini dengan ayah yang tetap memikul bebannya dan membawanya kembali pulang walau harus berkata,

"Maaf nak, ayah tak punya uang..."
"Maaf buk ayah belum gajian..."
"Maaf pak guru, saya akan bayar nanti..."

Hormatku pada ayah yang terus menjaga kehormatannya. Meredam masalahnya tanpa membawa masalah baru bagi keluarganya.

Dari sekian banyak ayah saya yakin bahwa banyak diantara mereka yang menggengam masalah mereka dan menggumamkannya lewat doa. Percaya bahwa Allah tidak akan memberi beban bagi hamba kecuali ia pasti bisa memikulnya.

Sungguh Allah cinta pada ayah yang demikian tegar itu. Tetaplah tegar, karna yang indah dari bersabar itu adalah pahala tanpa batas.

Naser Muhammad

No comments:

Post a Comment