Tuesday, March 17, 2020

SAHABAT DALAM DAKWAH

Salah satu kekuatan dakwah adalah adanya sahabat-sahabat saleh yang membersamai dalam setiap langkah dakwah.

Sahabat yang bukan hanya menemani dalam keramaian ia juga hadir dalam kesunyian. bukan sekedar berdiri disisi ini saat kemenangan disematkan, ia juga hadir saat kesakitan menerjang perjuangan.

Betapa pentingnya keberadaan seorang sahabat bagi jalan dakwah, dan perjuangan hingga Nabi yang mulia sekalipun pernah berdoa kepada Allah,

« اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِى جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ». قَالَ وَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلَيْهِ عُمَرُ

“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang yang lebih Engkau cintai dari kedua laki-laki ini: Abu Jahal atau Umar bin Al-Khaththab.” Sang perawi mengatakan, ternyata yang lebih dicintai oleh Allah adalah Umar. (HR. Tirmidzi, no. 3681; Ahmad, 2:95. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Betapa besar peran sahabat bagi kesuksesan dakwah, ia adalah pelengkap, penghibur, penguat bagi derap langkah, juga penyeimbang agar senantiasa selaras dalam juang.

Begitulah kiranya pikiran Nabi Musa ketika dia meminta kepada Allah seorang sahabat yang dapat membersamainya dalam jalan dakwah.

Musa paham dengan kekurangan yang dimilikinya, ia tidak cakap berkomunikasi ia butuh seorang sahabat yang dapat membersamainya dalam mengemban amanah.

Setelah berpikir panjang, Nabi Musa menemukan sosok yang dibutuhkan untuk membantunya berkomunikasi. Ia temukan kemampuan ini pada sosok saudaranya yang bernama Harun. 

Ia pun menyampaikan permohonan kepada Allah agar berkenan menerima dan menjadikan Harun sebagai pendamping bagi perjuangannya. 

Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang”. (Q.S. al-Qashash/28: 35).

Allah bukan hanya sekedar mengabulkan permohonan Nabi Musa untuk mendapatkan seorang sahabat, ayat ini juga memberi kabar gembira berisi jaminan. Bahwa ia dan Harun akan Allah karuniakan kekuasaan besar yang tidak bisa dicapai Fir’aun dan para pembesarnya.

Merawat persahabatan, adalah sesuatu yang sangat berat untuk digapai. perlu komunikasi yang baik dan kerelaan untuk terus memberi dan menerima.

Menerima kebaikan yang ada padanya, dan bersabar pada kekurangan yang dimilikinya adalah niscaya yang harus senantiasa diteguhkan. Karena sesiapapun yang bersamaimu dalam kesulitan ia layak membersamaimu dalam kebahagiaan.

Belajar dari bagaimana Nabi memperlihatkan kecintaan dan keistimewaan para sahabatnya-sahabatnya, syahdan terjadi perseteruan antara Khalid bin Al Walid dan Abdurrahman bin ‘Auf perseteruan yang membuat Khalid mencela Abdurrahman bin 'Auf.

Perihal ini diadukan kepada Nabi oleh Abdurrahman bin 'Auf.

Nabi tetiba bereaksi, bahkan diteguhkan dengan hadits, dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘ahnu, beliau berkata

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

" Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,”Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya.

Yang dibela Nabi adalah abdurrahman bin 'Auf, dan yang ditegur Nabi adalah Khalid bin Walid. Betapa tingginya penghormatan Nabi pada sahabatnya.

Berbeda kisah dengan Rasulullah, dikisahkan dalam alqur'an, persahabatan Musa dan Harun.

Suatu hari Musa mendapat panggilan menuju bukit Thur, sebelum berangkat menuju ke sana dititipkannya amanah ummat agar diurus oleh sahabatnya Harun.

Empat puluh hari Musa pergi, selama itu juga kekacauan terjadi, ummat yang baru saja lepas dari kejahilan masa lalu kembali membuat kekacauan yang lebih buruk.

Samiri membuat patung anak sapi, dan mengajak Bani Israil menyembahnya. Harun berusaha sedemikian rupa menghalau dan menasehati namun sia-sia. Hampir saja nyawanya ikut melayang sebagai taruhan.

Ketika Musa tiba, nampak keheranan melihat kondisi kaum sepeninggalnya. Musa dengan sangat marah membanting "Alwah" sebuah batu berbentuk lempeng yang berisi firman Allah hingga berkeping di lantai.

Berlari dia kehadapan Harun, seketika dijambaknya rambut dan ditarik janggutnya dengan geram ia berkata,

{قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي.
Berkata Musa, "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?”

Dalam ketakutannya Harun berkata,

قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي}

"Harun menjawab, "Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku), 'Kamu telah memecah belah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku'." (Thaha: 92-94)

Amanat sudah saya laksanakan titah Harun mengibah, tapi Bani Israil terlalu bebal. Bukan hanya menganggapku lemah hampir saja ia membunuhku. Harun berkata,

{ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلا تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاءَ وَلا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}

Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim. (Al-A'raf: 150)

Mendengar ini tetiba Musa terkaget, dilepasnya rambut dan janggut Harun. Musa tersadar bahwa kesalahan yang terjadi adalah kelemahan yang harus diterima. Tidak seharusnya dia menyalahkan Harun sendirian.

Bersandar Musa seraya berdoa,

قَالَ رَبِّ ٱغْفِرْ لِى وَلِأَخِى وَأَدْخِلْنَا فِى رَحْمَتِكَ ۖ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang".

Persahabatan tidak menuntut sempurnaan, hanya upaya untuk senantiasa saling mengingatkan bukan berusaha menyalahkan kelemahan.

Sebagaimana Rasulullah dengan para sahabatnya yang mulia, dimana Rasul mencintai mereka dan merekapun mencintai Rasulullah kendati para sahabatnya kumpulan budak dan orang-orang lemah secara ekonomi.

Suatu kali berita kematian datang, Kabar tentang kematian Nabi menyebar. Entah siapa yang menyebar berita hoax itu.

Ketika sebagian pasukan Uhud telah memasuki Madinah, mereka dihadang seorang wanita dari Bani Dinar.

Dia terus bertanya, “Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”

“Suami anda meninggal”, sahut pasukan Uhud. Tapi ia tak peduli, ia bertanya lagi,

“Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” tanya wanita ini.

“Ayah anda meninggal”, pasukan Uhud memberitakan. Tapi wanita ini tak peduli.

“Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” tanya wanita ini.

“Saudara anda meninggal”, pasukan Uhud memberitakan.

Tapi dia tetap bertanya, “Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”

lalu seseorang berkata kepadanya,

“Beliau baik-baik saja, wahai Ummu Fulan. Walhamdulillah…, seperti yang anda harapkan”, jawab para pasukan.

Dengan ikhlas, wanita ini mengatakan,

كل مصيبة بعدك جَلَلٌ ـ تريد صغيرة

“Semua musibah yang menimpaku itu ringan, selama Rasulullah selamat ” (ar-Rakhiq al-Makhtum, 256).

Sebagaimana Rasulullah mengajarkan bagaimana persahabatan menjadi jembatan yang menguatkan. Begitupun Musa mengajarkan agar tidak gegabah menilai kelemahan sahabat.

Sebagaimana seringkali kita temui, persahabatan yang pecah hanya karena persoalan yang sangat kecil. Hanya karena persoalan yang masih dalam batas yang sangat bisa ditoleransi. Namun kita berupaya menuntutnya lebih dari yang seharusnya.

Bukankah seringkali kita juga layaknya Musa, yang meminta kepada Allah untuk diteguhkan dengan adanya sahabat, dengan hadirnya orang-orang yang bisa membersamai kita dalam dakwah, dengan segala keunikan yang dimilikinya. 

Namun pada akhirnya kita juga yang membuatnya lari dari dakwah, kita juga yang membuatnya guncang dalam jalan juang, kita juga yang jatuhkan kehormatannya.

Pada akhirnya kita juga yang mengeluarkannya, mengkafirkannya, menyalahkannya bahkan membunuh harga dirinya.

Maka benarlah nasihat Harun pada Musa yang membuatnya tersadar,
فَلا تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاءَ

"...Janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku...".

Seringkali kita memohon sebagaimana Musa memohon seorang walijah, tetapi pada akhirnya kita tersibukkan untuk bertengkar sendiri dengannya. Bukan membuat musuh gentar, justru membuat musuh semakin gencar. 

Wallahu A'alam
Naser Muhammad

No comments:

Post a Comment