Syahdan dahulu terdapat seorang pemuda dan pemudi yang bertaqwa ia saling mencinta dan kemudian menikah. Pemuda itu mengajarkan kitab Taurat dan Zabur. Ia habiskan umurnya untuk berdakwah di jalan Allah dan memelihara Haikal di Baitul maqdis.
.
Tidak terasa umur pernikahan mereka telah mendekati usia senja, ia mulai was-was menyadari bahwa usia pernikahan ini seharusnya sudah menampakkan tanda-tanda adanya benih momongan yang siap melanjutkan tongkat estafeta perjuangan.
.
Namun, penantian demi penantian itu tidak juga menunjukkan akan tanda datangnya anak yang didamba-dambakan selama ini.
.
Kehawatirannyapun semakin memuncak saat ia yang sudah lanjut usianya ingin mendapat anak, sedangkan waktu itu umurnya sudah mencapai 100 tahun.
.
Beliau sangat merindukan lahirnya seorang anak, beliau senantiasa memohon kepada Allah atas kerinduannya itu dengan anugerah seorang anak laki-laki yang dapat melanjutkan dakwahnya.
.
Keinginan kuat itu pun terbentang dihadapannya dengan segala persoalannya dengan ketidak mungkinan-ketidak mungkinan, bagaimana tidak istri yang tua renta yang diharapkan darinya lahir seorang anak justru di vonis monopause dan mandul. Ketidakmungkinan itu pun kian nyata di depan mata.
.
Bahkan doa yang ia panjatkan pada Allah pun berisi ketidak mungkinan untuk dapat di wujudkan. Allah abadikan doa hamba ini dalam Alquran dimana dia berkata,
" Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu, yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Ya‘qub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.” (QS. Maryam/19: 4-6)
Harapan untuk mendapatkan anak akhirnya sampai pada titik keraguan. Bahkan saat Allah berfirman,
Kami, memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya.’
Dia pun masih berkata dalam keraguan, ‘Ya Tuhanku, bagaimana aku akan mempunyai anak, padahal istriku seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua?’
.
Tetapi Allah meyakinkan dia dengan firmannya, ‘Demikianlah.’ Tuhanmu berfirman, ‘Hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau belum berwujud sama sekali.’” (QS. Maryam/19: 7-9)
.
Bahkan setelah Allah berfirman seperti itu ia masih juga di rundung ragu, ia pun meminta bukti untuk menguatkan kemungkinan yang secara kalkulasi manusia ia memanglah mustahil terjadi. Ia kembali meminta kepada Allah.
"Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.”
Maka Allah pun berfirman, “Tandamu ialah engkau tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal engkau sehat.”
Maka dia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia memberi isyarat kepada mereka, bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang.” (QS. Maryam/19: 10-11)
Doa, kesungguhan, keyakinan dan usaha itu kerja manusia, dan jika itu semua sudah selesai, maka biarkan Allah bekerja dengan ingiNya.
.
Semua yang mustahil menurut hitungan manusia adalah apa yang tidak mustahil menurut Allah, sebab Allah tidak tunduk pada postulat dan teorima mana pun. Dia tidak bergerak dengan aturan-aturan kemanusiaan sebab Dia ada pada rumusnya sendiri. cara kerjaNya tidak akan pernah di deteksi.
.
Kita yang pernah membaca Al quran bahkan mentadabburinya, pasti pernah membaca kisah di atas. Lelaki itu bernama zakariya dan istrinya.
.
NASER MUHAMMAD
No comments:
Post a Comment