Tuesday, March 17, 2020

TERUNTUK KAUM REBAHAN DAN KAUM PATAH LEHER DI ERA INDUSTRI 4.0


Waktu terus berjalan, usia terus bertambah walau kedewasaan belum tentu mampu mengikuti gerak usia yang terus melaju.

Banyak orang tua yang berlomba dengan umur untuk menambal seluruh kelalaian masa lalu. Di saat anak muda justru tidak benar-benar belajar tentang tangisan penyesalan orang dahulu.

Perangkat teknologi yang semakin berkembang seharusnya menjadikan ide semakin mendobrak, Pergerakan teknologi seharusnya diikuti dengan semangat perkembangan yang sama.

Tapi nyatanya hari ini teknologi menjadi mubazzir dengan ketidak bermanfaatan yang dilakukan para penggunanya. Satu sisi dari dua mata pisaunya lebih sering dipakai bunuh diri, daripada mengembangkan diri.

Gadget misalnya, yang dalam sebuah survei oleh Common Sense Media di Philadelphia mengungkapkan bahwa anak-anak mulai usia 4 tahun sudah punya perangkat mobile sendiri tanpa pengawasan orang tua.

Gadget bukan lagi kebutuhan sekunder ia sudah menjadi kebutuhan primer penggunanya. Bagaimana tidak, banyak anak yang melawan rasa lapar demi gadget demi permainan. Mereka dengan sukarela menahan rasa haus dan dahaga.

Kebutuhan terhadap makanan telah berganti, menjadi kebutuhan terhadap gadget.

Dampaknya kemudian generasi muda tidak lagi punya waktu untuk menata masa depan yang kian rumit.

Generasi ini dikenal dengan kaum rebahan atau patah leher. Mereka tidak risih menghabiskan waktu hanya sekedar "santuy". Bukan pada makna esensialnya yang merupakan waktu istirahat dari aktivitas yang padat, tapi rebahan tak produktif yang habis dengan game dan aplikasi tak produktif lainnya.

Yang perlu benar-benar dicermati hari ini adalah bagaimana aktivitas rebahan dan patah leher itu tidak semata-mata dijadikan legitimasi atas kemalasan. Apalagi, sampai menghabiskan waktu berjam-jam dan mengabaikan waktu produktif.

Kesadaran perlu dihadirkan untuk masa depan bangsa, generasi seperti apa yang telah kita siapkan untuk menghadapi pertarungan sengit industri.

Positif dan produktif harus menjadi kesadaran bagi generasi bahwa, negara butuh kontribusi generasi muda sebagai pelanjut.

Aktivitas rebahan dan patah leher seharusnya menjadi inovasi baru untuk tetap produktif. Sebab, generasi sekarang memiliki akses terhadap internet yang bisa dikses tanpa mengeluarkan keringat.

Generasi muda mesti didorong untuk menghasilkan ide inovatif setiap harinya. Tetaplah rebahan, tetaplah produktif, tapi jangan patahkan leher. 😀

Mengapa pemuda, karena kata Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baazz,

"Pemuda di setiap umat adalah tulang punggung yang membentuk komponen pergerakan. Karena mereka memiliki kekuatan yang produktif dan kontribusi (peran) yang terus-menerus. Dan pada umumnya, tidaklah suatu umat akan runtuh, karena masih ada pundak para pemuda yang punya kepedulian dan semangat yang membara".

Apalagi jika merujuk pernyataan yang dirilis oleh Badan Keluarga Berencanan Nasional (BKKBN), Indonesia akan mengalami bonus demografi pada rentang waktu antara 2020-2030. Tentu merupakan "berkah" tersendiri khususnya bagi bangsa indonesia, sebab Fenomena bonus demografi biasanya dialami oleh negara berkembang.

Tapi kondisi ini, tidak akan berlangsung lama. Sebab, pada tahun 2045 bonus demografi di Indonesia diproyeksikan akan berakhir. Artinya bahwa, rentang waktu itu maka generasi perlu disiapkan untuk menghadapi kemungkinan berakhirnya bonus demografi yaitu “Ageing Population”,  situasi di mana usia masyarakat Indonesia yang tidak produktif lebih banyak dibandingkan dengan yang produktif.

Kesadaran generasi khususnya para pemuda adalah kunci keberhasilan menghadapi tantangan "Ageing Population" karena pemuda satu-satunya tulang punggung bagi gerakan kebangkitan. Karenanya Syaikh bin Baaz mengatakan,

الشباب في أي أمَّة من الأمم هم العمود الفقري الذي يشكل عنصر الحركة ، والحيوية ؛ إذ لديهم الطاقة المنتجة ، والعطاء المتجدد ، ولم تنهض أمَّة من الأمم – غالباً – إلا على أكتاف شبابها الواعي ، وحماسته المتجددة

Para pemuda di bangsa mana pun adalah tulang punggung yang menjadi komponen penting dan sangat vital untuk bergerak. Dari tangan pemudalah muncul energi dan hasil yang baru. Bangsa mana pun bisa bangkit hanya berawal dari kesadaran para pemudanya yang mampu memunculkan spirit-spirit baru. (Fatawa Ibnu Baz, 2: 365).

Perkataan syaikh bin Baaz tentu merujuk dari fakta sejarah tentang bagaimana para generasi muda dahulu sangat produktif di usia yang sangat pagi.

Jika rebahan dan patah leher bukan karena legitimasi kemalasan maka dipastikan akan sangat banyak ide – ide kreatif dari muda – mudi Indonesia yang bisa ditumpahkan untuk mengikuti pertempuran ide kreatif di revolusi industri 4.0. 

Saat ini adalah saat paling tepat untuk mewujudkan inovasi - inovasi ciamik yang dapat di tumpahkan agar dapat menjadi sesuatu yang bisa mengantar bangsa ini ke arah yang jauh lebih baik.

NASER MUHAMMAD

No comments:

Post a Comment