Tuesday, April 7, 2020

HIMBAUAN UNTUK TIDAK KE MASJID SALAHKAH?

Perlu di pahami bahwa yang dilarang itu bukan solatnya, tapi saling membahayakannya,

Nabi ﷺ bersabda:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Tidak boleh melakukan mudorot pada diri sendiri dan juga memudorotkan orang lain.” (HR Ibnu Majah)

Kalo solat boleh dirumah karena hujan deras, dan mengakibatkan jalan berlumpur hingga tak bisa dilewati, maka ruksoh berlaku baginya. Apalagi karena corona yang tak terlihat itu, yang lebih bahaya dari hujan, becek, dan tak ada ojek. Lihatlah Kitab Muslim-1128 Kitab Bukhori -850 Kitab Abu daud -900.

Sudahilah pertengkaran itu, toh tak ada yang kita inginkan selain daripada kebaikan. Tak perlu perang argumen, apalagi tak juga punya landasan kuat, hanya membingungkan ummat.

Perbedaan itu sudah lama kita sepakati bahwa kita bersepakat, untuk tidak sepakat. Tapi kita tidak pernah bersepakat untuk membingungkan ummat, mari edukasi ummat bahwa agama itu dalil bukan sekedar semangat.

Corona bukan masalah pribadi, maka jangan mengambil fatwa untuk pribadi perhatikanlah kemaslahatan ummat bukankah semua itu dibangun dari kaidah yang indah bahwa
"Al-Masyyaqqah tajlibut taisîr" (Kesulitan menghasilkan Kemudahan), "Lâ dharara walâ dhirâr" (Larangan membahayakan diri dan orang lain), "Dar-ul mafâsid muqoddam 'alâ jalbil mashâlih" (Mencegah kerusakan didahulukan dari pada meraih kemaslahatan), "Taqdîmul mashlahah al-'âmmah 'alal mashlahah al-khâsshah" (Mendahulukan kemaslahatan umum di atas kemaslahatan pribadi), "Yutahammalu adh-dharar al-khâsh lidaf'i adh-dharar al-'âm" (Menanggung bahaya yang bersifat khusus demi mencegah bahaya yang bersifat umum).

Kesemua kaidah itu cukuplah memberikan jalan keluar yang amat terang, untuk kita sigap mengambil sikap.

Tak datang kemasjid karena khwatir ditulari, atau menulari itu bukan agama baru. yang agama baru itu tak pernah datang ke masjid tapi marah-marah saat masjid di tutup.

Rasulullah manusia paling bertakwa di muka bumi saja, memerintahkan berlari dari wabah dan orang yang terkena wabah,

فِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ فِرَارَكَ مِنَ الْأَسَدِ

"Larilah dari orang yang kusta (sakit menular) sebagaimana engkau lari dari singa” (HR Ahmad no 9722 dan dishahihkan oleh al-Arnauth dan Al-Albani di As-Shahihah no 783).

Corona itu mahluk tak terlihat, kita tak pernah tau siapa menulari siapa. Wabah tak pilih-pilih, ke tubuh siapa dia harus mencari inang.

Wabah bukan kali ini saja terjadi, dan telah membunuh pendosa juga mewafatkan orang soleh sekelas sahabat mulia Muadz bin Jabal.

Jadi yah cobalah berfikir sejenak, Islam itu agama sempurna, namun terkadang pemeluknya yang membuatnya cacat karena tak paham istinbat hukum tapi berani berbicara diluar kapasitasnya.

Satu hadits dari Abu Huroiroh di dalam Shohih Bukhori dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika beliau pernah ditanya: kapan hari kiamat? Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:

«إِذَا وُسِدَ الأَمْرُ إلى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»

“Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya”.

Ulama dalam memahami hadits dan ayat hukum itu tidak mudah hingga menghasilkan satu keputusan hukum.

Sebab memutuskan status hukum itu berat, tidak dipungkiri kesalahan fatal bisa terjadi jika tak matang. Bukankah hal ini pernah terjadi di masa Nabi, 

Diceritakan dari Sahabat Jabir, “Kami pernah bepergian, kemudian salah seorang dari kami terkena batu sehingga kepalanya terluka. Kemudian ia bermimpi basah dan bertanya kepada sahabatnya, “apakah padaku ada keringanan untuk bertayamum?”. Maka sahabatnya mengatakan, “kami tidak menemukan keringanan untukmu sedang kamu mampu menggunakan air”, sehingga ia pun mandi, kemudian mati. Maka ketika kembali dan menemui Rasullah kami pun menceritakan hal tersebut, dan beliau bersabda, “Mereka telah membunuhnya dan semoga Allah membunuh mereka. Mengapa mereka tidak bertanya jika tidak mengetahui? Karena obat tidak tahu adalah bertanya. Padahal cukup baginya hanya dengan bertayamum dan menutup lukanya dengan kain kemudian mengusapnya.” (HR. Abu Daud)

Rasulullah saja menyerahkan urusan pada ahlinya,

Dari Thalhah Bin ‘Ubaidillah ra, ia berkata “Aku bersama Rasulullah berjalan melewati beberapa kebun kurma, Kemudian Rasulullah bertanya “Apa yang mereka lakukan ?”

Orang-orang sekitarpun menjawab “Mereka menyerbukkan dengan menjadikan benih pejantan masuk kedalam benih betinanya, hingga jadilah penyerbukan”.

Rasulullah bersabda “Aku menduga, Andai mereka meninggalkannya, mungkin lebih baik”,

Lalu mereka membiarkannya, dan hasil kurmanya berkurang.

Mereka bertanya kepada Nabi, dan Rasulullahpun bersabda “Apabila penyerbukan tersebut memang bermanfaat bagi mereka, maka lakukanlah sesungguhnya aku hanya menduga saja, janganlah kalian mengambil dugaan yang ku buat, Namun apabila aku mengabarkan pada kalian sesuatu yang datangnya dari Allah, maka ambillah, sesungguhnya aku tidak akan pernah berbohong atas apa yang datang dari Allah dalam riwayat lain Rasulullah bersabda

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ

“Kamu Lebih Tahu Mengenai Urusan Duniamu.” (HR. Muslim)

Himbauan tidak datang kemasjid itu bukan fatwa hawa nafsu, bukan juga larangan untuk menjauhi masjid dalam makna meninggalkan solat jamaah. Tapi upaya untuk menjaga, agar tak saling memberi bahaya.

Toh jika tetap dirumah dengan niat untuk menjauhkan diri dan orang lain dari bahaya, InsyaAllah tetap mendapatkan pahala berjamaah sebagaimana Rasullah pernah bersabda,

وعن أبي عبدِ اللهِ جابر بن عبدِ اللهِ الأنصاريِّ رَضي اللهُ عنهما ، قَالَ : كُنَّا مَعَ النَّبيِّ في غَزَاةٍ ، فَقالَ: إِنَّ بالمدِينَةِ لَرِجَالاً ما سِرْتُمْ مَسِيراً ، وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِياً ، إلاَّ كَانُوا مَعَكمْ حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ . وَفي روَايَة : إلاَّ شَرَكُوكُمْ في الأجْرِ رواهُ مسلمٌ
ورواهُ البخاريُّ عن أنسٍ، قَالَ : رَجَعْنَا مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ مَعَ النَّبيِّ، فقال : إنَّ أقْواماً خَلْفَنَا بالْمَدِينَةِ مَا سَلَكْنَا شِعْبا وَلاَ وَادياً ، إلاّ وَهُمْ مَعَنَا ؛ حَبَسَهُمُ العُذْرُ

Dari Abu Abdullah Jabir Ibnu Abdullah Al Anshari radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: “Sesunguhnya di Madinah terdapat orang-orang yang kamu tidak menempuh sebuah perjalanan dan tidak melintasi sebuah lembah, melainkan mereka bersama-sama kamu. Mereka dihalangi oleh udzur sakit.” Dan dalam sebuah riwayat: “Melainkan mereka bersekutu denganmu dalam pahala.” (HR Muslim)

Jika tak faham agama tinggikanlah dengan menuntut ilmu, jangan jatuhkan dengan kejahilan. Jika tak mau juga menuntut ilmu, maka tahanlah lisan untuk tak bicara pada ranah yang tak dikuasai.

Bukankah Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata yang baik atau (jika tidak bisa) hendaknya ia diam." (Muttafaq 'Alaih)

Diam itu bukti keimanan, jika yakin bicara justru membuat masalah kian besar. Urusan lisan sangat besar, dan fitnahnya juga sangat banyak.

Bahayanya lisan tak terduga dan sangat mudah lisan tergelincir karena gerakan lisan tidak memerlukan tenaga yang besar dan dilakukan sangat mudah. karenaya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ (أَوْ: عَلَى مَنَاخِرِهِمْ) إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ

"Apakah (ada) yang menyebabkan seseorang terjerembab di neraka di atas wajah (atau hidung mereka) kecuali disebabkan oleh tindakan lisan mereka'?" (HR. Al-Tirmidzi, beliau berkata: hadits hasan shahih)

Yuk jadi muslim cerdas agar kebaikan tetap bisa dijalankan tanpa harus merepotkan orang lain. Karenanya paham agama itu berkah paling indah dan kebaikan paling tinggi,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah agama (ini).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Naser Muhammad

No comments:

Post a Comment