Friday, April 17, 2020

TAHAN LISAN DARI KALIMAT YANG ALLAH BENCI


Hal yang perlu menjadi perhatian bahwa. Penyampaian kebenaran tidak selamanya indah, nasihat bahkan seringkali tidak menyenangkan. Pesan kebaikan yang diserukan kadangkala membuat kita kurang nyaman.

Namun seberapapun kebencian terhadap nasihat itu, jika dia merupakan nasihat kebaikan atau takwa. Maka tahanlah lisan dari ucapan yang bisa mengundang kebencian Allah, 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إن أبغض الكلام إلى الله أن يقول الرجل للرجل: اتق الله، فيقول: عليك بنفسك

"Kalimat yang paling Allah benci, seseorang menasehati temannya, ’Bertaqwalah kepada Allah’, tapi ia menjawab: ’Urus saja dirimu sendiri.” (HR. Baihaqi & Nasa'i).

Golongan mereka inilah, yang Allah sebutkan dalam firmanNya,

وَإِذَا قِيْلَ لَهُ اتَّقِ اللهَ أَخَذَتْهٌ الْعِزَّةُ بِالإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ 

Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sesungguhnya Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya”. (Al Baqarah ayat 206)

Di antara definisi sombong yang Rasulullah kabarkan dalam haditsnya adalah menolak kebenaran, dan menganggap remeh orang lain. Bahkan, kesombongan itu tidak ada sedikitpun ruang yang tersisa untuknya di surga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ 

Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi. Seorang laki-laki bertanya: “Ada seseorang suka bajunya bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?) Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah Maha indah dan menyukai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. [HR. Muslim, no. 2749, dari `Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu]

Bisa jadi nasehat yang disampaikan memang caranya kurang tepat. Tetapi menahan diri dari bersikap sombong terhadap nasehat jauh lebih utama, dibanding menolaknya dengan kata-kata yang sangat Allah benci. Karena hal itu justru berdampak pada teseretnya diri, pada keburukan yang jauh lebih besar.

Karenanya menahan lisan dari kata-kata yang tiada kebaikannya adalah perintah yang harus menjadi perhatian, bahwa diam adalah cermin iman kepada hari akhir.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Syarah Arbain, bahwa Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang hendak berbicara maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia merasa bahwa ucapan tersebut tidak merugikannya, silakan diucapkan. Jika dia merasa ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka ditahan (jangan bicara).”

Menahan diri untuk tidak menolak kebenaran dengan ucapan lisan yang buruk, itu lebih baik. dan Menghindarkan diri dari kesia-siaan ucapan itu lebih diutamakan. Karenanya hal ini berbuah surga di hari pembalasan kelak.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya (hadits no. 6474) dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

“Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) sesuatu yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya jaminan masuk surga.”

Olehnya, Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya, Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala, hlm. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara, karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.

Tidak menjalankan perintah Allah itu dosa, dan menolak kebenaran itu juga dosa. Sesorang yang belum mampu secara sempurna melaksanakan keseluruhan perintah Allah, maka hendaklah dia menjaga lisannya dari perkataan yang dibenci oleh Allah. Karna setiap ungkapan yang dilontarkan lisan, ada timbangannya kelak di hari pembalasan.

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوولًا

‘Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawaban.’ (QS. Al-Isra’:36)

Dan semua itu tercatat dengan baik disisi Allah oleh para malaikat,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

‘Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.’ (QS. Qaf :18)

Senantiasa menahan lisan, untuk tidak melontarkan penolakan pada seruan kebenaran walau raga masih tertatih untuk menyempurnakan kewajiban.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَىْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Jika kalian diperintahkan pada sesuatu, maka lakukanlah semampu kalian” (HR. Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337, dari Abu Hurairah).

*Naser Muhammad

No comments:

Post a Comment