Cinta selalu indah, ia tak lekang oleh masa. Perihal tentangnya selalu menyejarah.
Gemuruh di dada, membuncah rindu, dan nestapa. Betapa ia menyiksa, jika tak berbalas dengan rasa yang sama.
Tapi Allah berbeda, jika ia cinta takkan memberi harta juga tahta walau Dia punya. Tengoklah fir'aun dengan seluruh kemewahan istana, ia justru mati dilamun samudra dengan selautan murka.
Beribu ungkapan cinta Allah larungkan di hadapan fir'aun, namun tak satupun yang berbalas. Berkali-kali ungkapan cinta itu dikirimkan, ia tetap membatu.
Saat Allah kirimkan kemurkaan barulah ia tersadar dalam keterlambatannya, barulah ia berusaha membalas Cinta-Nya saat pena takdirnya telah mengering sebagai penghuni Neraka.
Mengiba dia dalam lautan, tapi itu semua sudah usai, bergidik dia dalam ketakutan sembari berkata,
قَالَ آمَنتُ أَنَّهُ لا إِلِهَ إِلاَّ الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS:Yunus | Ayat: 90).
Lalu perhatikanlah Qorun perihal harta, ia di timbun bersama dengan harta, lenyap tak bersisa. Mati dalam kecongkakan sembari membusungkan dada ia berkata,
قَالَِْنَّمَا أُوتِيتُوُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (QS Al-Qashash, 78)
Itulah awal ceritanya, saat cinta berubah menjadi murka, saat berkali kali di sapa dengan cinta, tapi kecongkakan balasannya.
فَخَسَفْنَا بِوِ وَبِدَارِهِ الَْْرْضَ فَمَا كَافَ لَوُ مِنْ فِئَةٍ يَػنْصُرُونَوُ مِنْ دُوفِ اللَّوِ وَمَا كَافَ مِنَ الْمُ نْتَصِرِينَ
“Maka Kami benamkanlah Qorun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS Al-Qashash, 81)
Cinta Allah selalu berbeda, cinta-Nya dibalut dengan ujian-ujian.
إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ
“Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 285).
Tengoklah kisah Ayyub ‘Alaihissalam yang menderita sakit kulit yang sangat berat selama 7 atau 8 tahun, sehingga seluruh harta kekayaannya habis, seluruh putra tercintanya meninggal semua, dan seluruh istrinya pergi meninggalakannya, hingga istri yang paling setia pun menyerah. Kemudian Nabi Ayyub hidup terasing sendirian.
Dengarkanlah kisah terkenal Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu yang teguh mempertahankan tauhidnya dalam siksaan tindihan batu besar yang panas di padang pasir nan terik.
Bacalah kisah sahabat wanita Al-Khansa yang keempat putranya syahid di medan perang dalam satu hari, tapi dia justru mengucapkan “alhamdulillah”.
Tapi hanya dengan imanlah cinta Allah itu akan sepenuhnya terasa.
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
Adapun orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allâh. [Al-Baqarah/2: 165]
Cinta-Nya sungguh sangat tak sederhana, cinta yang tiada bandingnya walau cinta ibu dengan anaknya sekalipun. Dari Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu , beliau menuturkan:
ﻗﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳﺒﻲ، ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺒﻲ ﻗﺪ ﺗﺤﻠﺐ ﺛﺪﻳﻬﺎ ﺗﺴﻘﻲ، ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪﺕ ﺻﺒﻴﺎً ﻓﻲ
ﺍﻟﺴﺒﻲ ﺃﺧﺬﺗﻪ، ﻓﺄﻟﺼﻘﺘﻪ ﺑﺒﻄﻨﻬﺎ ﻭﺃﺭﺿﻌﺘﻪ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : (ﺃﺗﺮﻭﻥ ﻫﺬﻩ ﻃﺎﺭﺣﺔ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ). ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ، ﻭﻫﻲ ﺗﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻄﺮﺣﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: (ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺣﻢ ﺑﻌﺒﺎﺩﻩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya.
Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami,
“Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”
Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sungguh tak ada cinta di atas cintaNya, jika ia sudah memproklamirkan cintaNya Semua nafas terhenti untuk mencintai apa yang dicintaNya.
“عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ: إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ، فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ، ثُمَّ يُنَادِي جِبْرِيلُ فِي السَّمَاءِ: إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، وَيُوضَعُ لَهُ القَبُولُ فِي أَهْلِ الأَرْضِ “
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allâh Tabaraka wa Ta’ala mencintai seorang hamba, Allâh menyeru kepada Jibril, “Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia!” Maka Jibril mencintainya. Kemudian Jibril menyeru di langit, “Sesungguhnya Allâh mencintai Fulan, maka cintailah dia (wahai para malaikat)!” Maka penduduk langit mencintainya. Dan Allâh menjadikan dia diterima di bumi (yakni dicintai penduduk bumi) [HR. Al-Bukhâri, no. 7485; Muslim, no. 2637; dan ini lafazh al-Bukhâri]
Semua cinta rapuh tanpa pembuktian, bukti cinta padanyaNya adalah kesabaran menempuh ujian. Karna hanya cinta-Nyalah yang menyenangkan sekaligus menenangkan.
Naser Muhammad
No comments:
Post a Comment