Wednesday, September 21, 2022

"SEORANG MUSLIM ITU BERSAUDARA"

        Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kita semua dalam kondisi sehat wal afiat, salam dan Shalawat Semoga selalu dan senantiasa Tercurah kepada junjungan kita Nabi Allah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

    Pada kesempatan yang mulia ini kita akan mencoba mentadaburi satu buah hadis dari Rasulullah yang juga akan mengawali tema pertemuan kita kali ini dengan tema yaitu "SEORANG MUSLIM ITU BERSAUDARA" Nabi sallallahu alaihi wasalam bersabda,

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا »وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ« بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ} صحيح مسلم (4/ {(1986

“Muslim yang satu dalah bersaudara dengan muslim yang lainnya. Maka tidak boleh saling menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya seraya mengucapkannya tiga kali). Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang lainnya haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (HR. Muslim 4/1986 no. 2564)

Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam mengawali sabda beliau dengan ungkapan الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ ini menunjukkan bahwa seorang muslim dengan Muslim lainnya adalah saudara karenanya seorang muslim mesti memposisikan seorang Muslim lainnya sebagaimana dia memposisikan saudaranya.

Bagaimana seharusnya seorang saudara bersikap terhadap saudaranya yang lain, jika kita memiliki saudara, niscaya kita akan memperlakukan mereka dengan perlakuan yang terbaik kita akan melayani mereka dengan pelayanan yang sempurna, bahkan kita akan merasakan sakit yang mereka Derita. karena seperti itulah seharusnya jika kita bersaudara.

Jika kita memperlakukan saudara kita sebagaimana yang kita sebutkan tadi, maka kita pun seharusnya memperlakukan saudara sesama Muslim kita, sebagaimana yang kita lakukan pada saudara kita sedarah. Nabi bersabda dalam sebuah hadits,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Permisalan seorang mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti bangunan yang menguatkan satu sama lain.” (HR. Bukhari no. 6026 dan Muslim no. 2585)
Karena itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melanjutkan hadisnya di atas dengan ungkapan لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ Maka tidak boleh saling menyakiti, saling merendahkan, ataupun saling menghina. Sebab seperti itulah seharusnya seseorang yang bersaudara.

Saudaraku yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta'ala di manapun berada,

Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam kemudian melanjutkan hadisnya yang mulia dengan ungkapan التَّقْوَى هَاهُنَا pelajaran kedua» وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam mengatakan hal itu sembari menunjuk dadanya ungkapan ini Rasulullah sampai mengulangnya sebanyak Tiga kali.

Apa faedah yang dapat kita ambil sebagai sebuah pelajaran dari hadits yang mulia ini yang pertama bahwa, Taqwa itu meletakkan di hati karenanya kita dilarang untuk saling menyakiti menghina dan juga merendahkan, karena bisa jadi orang yang kita rendahkan ternyata adalah orang yang lebih mulia disisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan lebih bertakwa hatinya dibanding kita yang merendahkannya.

Hal ini juga menunjukkan bahwa menilai seseorang Bukanlah menilainya lewat pandangan fisik Semata, karena bisa jadi begitu banyak kebaikan yang tidak nampak oleh mata kita tetapi terabaikan karena kebencian kita dan pandangan mata kita yang tidak adil saat menilai baik dan buruk seseorang. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Quran surah al-hujurat ayat 11
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Ayat Mulia ini sesungguhnya mengisyaratkan kepada kita semua bahwa kita sesungguhnya terhormat selama kita ingin berupaya belajar untuk terus menghormati orang lain, orang yang menghina orang yang mengolok orang yang merendahkan sesungguhnya lebih hina dan rendah daripada orang yang diolok karena perbuatan mengolok-olok adalah perbuatan hina.

Karenanya, betapa banyak orang yang di rendahkan, ternyata lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena ternyata dia lebih bertakwa hatinya, karenanya Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Quran surah al-hujurat ayat 13,
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.

Karenanya, menilai seseorang dari bentuk fisik dan juga dari sisi luar adalah merupakan kesalahan awal yang menggelincirkan seseorang pada penilaian yang tidak objektif sehingga memposisikan orang lain dalam penilaian yang tidak adil. dan ini adalah penilaian yang sangat dilarang oleh Allah subhanahu wa ta'ala, {وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا} "Dan jangan sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil." {اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى} "Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”(Al-Maidah: 8)

Pelajaran kedua yang dapat kita petik dari ungkapan التَّقْوَى هَاهُنَا Taqwa Itu Disini ya ini di dalam hati, bahwasanya orang yang senantiasa memiliki kecenderungan untuk merendahkan orang lain menghina orang lain menyusahkan orang lain, menandakan bahwa taqwanya sedang berada di luar hatinya, dengan kata lain orang yang suka mendzolimi taqwanya sedang tercabut dari hatinya. Sebab orang yang memiliki taqwa di dalam hatinya, tentu dia akan memperlakukan saudaranya, apatah lagi sesama muslim nya dengan cara yang terbaik karena Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam mengatakan,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Muttafaqun ‘alaihi).

Bagaimana cara mencintai diri sendiri, tentu kita tidak suka untuk dizolimi, karenanya kita pun tidak diperkenankan untuk mendzolimi orang lain. kita sebagaimana orang lain tidak suka dihina karenanya perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. apapun yang kita tidak sukai Jangan lakukan itu pada orang lain karena tentu orang lain juga tidak menginginkannya.

Lalu mengapa pula Nabi Mengatakan bahwa mereka itu tidak beriman, karena ciri orang muslim yang benar imannya itu kata Rasullah dalam hadisnya adalah,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya”

Karenanya Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam melanjutkan hadisnya yang mulia di atas hadis yang sedang kita bahas ini dengan ungkapan بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ sungguh seseorang itu sudah dianggap sangat jahat Jika dia sampai melontarkan kata-kata yang merendahkan dan menghina orang lain.

Olehnya, suatu kali Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam ditanya tentang siapa orang yang terbaik diantara kita, maka Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengatakan,

إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيِّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرً قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.

Hadits Mulia ini mengisyaratkan betapa lisan adalah merupakan salah satu sebab yang bisa menentukan surga dan neraka seseorang karena itu isyarat dari hadits Mulia ini untuk senantiasa menjaga lisan agar tidak tergelincir pada dosa menjauhkan kita dari surga nya Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam di hadistnya yang mulia juga beliau memberi garansi kepada siapa yang mampu untuk mengendalikan lisannya dengan surga Allah yang mulia. di mana beliau bersabda,
مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga”.

Saudaraku sekalian yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
Kembali kita melanjutkan Hadits di atas, Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam kemudian mengatakan كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ setiap muslim atas muslim yang lainnya haram darahnya untuk ditumpahkan dengan cara yang tidak dibenarkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala, haram hartanya untuk diambil dan dikuasai dengan jalan yang tidak dibenarkan agama, dan yang ke tiga haram kehormatannya untuk dihina, direndahkan, dilecehkan dan perbuatan hina lainnya yang berpotensi melukai hati saudara kita sesama muslim.

Oleh sebab itu, Dalam ajaran agama Islam ada lima tujuan pokok hukum Islam yang harus dijaga keberlangsungannya oleh umat Islam. “Kelimanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan,”

Pertama, yaitu memelihara agama (hifdzud diin). Pengertiannya, umat Islam berkewajiban menjaga agamanya dengan baik. Esensinya yakni menjaga rukun Islam yang lima mulai dari syahadat, menjalankan shalat lima waktu, membayar zakat, menjalankan ibadah puasa, dan melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu.

Kedua, yaitu memelihara jiwa (hifdzun nafs). Umat Islam berkewajiban untuk menjaga diri sendiri dan orang lain. Sehingga tidak saling melukai atau melakukan pembunuhan antar sesama manusia. Intinya, jiwa manusia harus selalu dihormati. Manusia diharapkan saling menyayangi dan berbagi kasih sayang dalam bingkai ajaran agama Islam serta yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Ketiga, memelihara keturunan atau hifdzun nasl. “Umat Islam berkewajiban untuk menjaga keturunan yang jelas nasabnya. Oleh karena itu Islam mengharamkan adanya praktek perzinahan,” karena perzinahan itu adalah kedzoliman yang nyata kepada sesama.

Keempat yaitu, hifdzul maal. Umat Islam diharuskan untuk memelihara hartanya melalui usaha yang halal. Sehingga tidak menzalimi orang lain dengan cara mengambil harta orang lain tanpa hak, agar harta harta yang diperolehnya menjadi berkah dalam kehidupannya dan mendapat ridho dari Allah SWT. juga menjaga harta orang lain

Yang terakhir, yakni memelihara akal atau hifdzul aql. Umat Islam diharuskan menjaga akal yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diwajibkan untuk mencari ilmu dan pengetahuan untuk mendapatkan wawasan yang cukup sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan sehingga tidak dengan mudah menyakiti meredahkan menghinakan orang lain.

Kesemuanya ini merupakan langkah yang sangat efektif untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia, agar setiap manusia mendapat hak yang setara apapun suku bangsanya, karena telah dibingkai dengan hukum Islam yang mulia dan hukum-hukum dan syariat-syariat yang juga sempurna.

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيْنَ

“Kebenaran itu datang dari Rabb mu, maka janganlah sekali-kali kamu termasuk orang yang ragu.” (Q.S Al-Baqarah : 147)

Oleh. Naser Muhammad El Moenawar

No comments:

Post a Comment