Wednesday, March 18, 2020

BENARKAH AGAMA MUSUH PANCASILA

Akhir-akhir ini sedang marak isu tentang berbahayanya pemikiran agama terhadap pancasila.

Pancasila sebagai dasar Negara seringkali dihadap-hadapkan dengan agama. Sebuah pemikiran yang sangat berbahaya bagi keutuhan Negara.

Sangat disayangkan bila kemudian masyarakat disuguhkan dengan pemikiran sampah, yang sangat jelas mempertontonkan kepada khalayak sebuah upaya adu domba.

Membenturkan agama dengan dasar negara dan konsitusi adalah kesalahan yang sangat fatal, karena telah melecehkan ijtihad ulama-ulama Islam Indonesia yang dengan besar hati menerima pancasila sebagai konsep bernegara. 

Pancasila hadir justru karena kearifaan, dan adab para ulama dalam bernegara. Sebagai buah dari pemahaman bahwa konsep islam mengedepankan kaidah fiqh Ma La Yudraku Kulluh, La Yutraku Kulluh.

Dinamika dan pergulatan dasar negara ini, adalah perdebatan panjang yang melahirkan rapat Konstituante setelah 14 Tahun Kemerdekaan indonesia pasca piagam madinah. 

Lalu lahirlah pancasila sebagai dasar bernegara yang dirumuskan agar semua ide bisa terfasilitasi dengan adanya ide pancasila.

Founding father bangsa ini telah mencetuskan lima sila sebagai dasar pijakan bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Lima sila tersebut kemudian disebut dengan nama Pancasila. Pancasila lahir pada tanggal 1 juni 1945 Ide pancasila sebagai dasar negara adalah sumbangan ide dari agama dengan mengedepankan spirit kesetaraan (al-Musawah), keadilan (al-Adl) toleransi dan keberagamaan (al-Tasamuh).

Keberadaan beberapa tokoh nasional seperti M. Yamin, Soekarno, Moh Hatta, KH. Wachid Hasyim, Ki. Bagus Hadikusumo, Mr. A A. Maramis, H. Agus salim dan Ahmad Subardjo yang memiliki latar belakang beragama yang turut ikut memberi kontribusi dalam membidani kelahiran pancasila, tentunya mereka adalah cerminan bahwa ide Pancasila adalah rumusan beberapa tokoh agama dari berbagai etnis dan kepercayaan. 

Pancasila merupakan gambaran kehidupan seluruh rakyat Indonesia dan merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia. 

Kalau hari ini ada orang yang ingin membenturkan pancasila sebagai dasar Negara, dengan Agama sebagai pendukung utamanya, tentu itu adalah sebuah kemuduran pemikiran dan upaya adu domba.

Jangan sampai kebencian pada agama tertentu menghalangi untuk bersikap adil.

Hai orang-orang beriman, jadilah kamu penegak kebenaran, sebagai saksi dengan adil karena Allah, dan janganlah kebencianmu kepada orang membuat kamu berlaku tidak adil. Berlakulah adil. Itu lebih dekat kepada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Allah tahu benar apa yang kamu kerjakan. (QS 5:8).

NASER MUHAMMAD

GURU ITU PAHLAWAN BUKAN "MALING"

Guru itu pahlawan tanpa tanda jasa, kita sepakat itu. Frasa itu menunjukkan bahwa pengorbanan seorang guru itu tak bisa di ganjar dengan nominal angka.

Karenanya sudah sepantasnya untuk setiap orang, harus punya penghormatan kepada guru apa pun strata sosialnya.

Guru adalah peletak batu pertama pengetahuan dalam lingkungan sekolah, tempat dimana seorang murid mengenal dari mana dan hendak kemana itulah mengapa ada mahfuzat yang mengatakan 
لَوْ لاَ اْلمُرَبِّيْ مَا عَرَفْتُ رَبِّيْ 

 “Jika bukan kerna guruku, mana mungkin daku dapat mengenal akan tuhanku."

Tulisan ini sesungguhnya tidak punya maksud lain kecuali saling mengingatkan bahwa guru patut dihormati.

Kelalalaian seorang guru perlu dilihat dan ditimbang dengan adil. Sangat benar jika kita katakan bahwa guru juga bisa bersalah dan bisa juga dihukum, sepakat.

Guru adalah manusia, dengan sifat kemanusiaanya. Guru sangat bisa salah pun bisa lalai. Namun tidak sepantasnya dihukum layaknya menghukum pencuri ayam. Sedang banyak yang nampaknya salah, bahkan dengan kesalahan yang di sengaja, tapi hukumannya hanya piknik di penjara.

Kontrasnya hukuman orang yang tidak sengaja melakukan kesalahan, dengan orang yang sengaja melakukan kesalahan di negri ini amat sangat terang kelihatan.

Ada seorang koruptor yang digiring dengan senyuman, tak ada raut wajah penyesalan bahkan ia sempat melambaikan tangan.

Sedang ada beberapa guru, yang tertunduk lesu, tak mampu mengangkat dagu dan merasa sangat malu.

Keduanya sama-sama bersalah namun cara hukum memperlakukan mereka amat berbeda, ternyata guru di negri ini lebih rendah dari koruptor.

Baru saja berlalu ada komisioner KPU yang ditangkap bukan hanya lalai tapi dengan sengaja melakukan sesuatu. Bahkan punya niat yang serius melakukan hal itu.

Akibat dari kesalahannya nyawa yang melayang karena kelalain itu sekitar 527 pada data kemenkes. 

Berbeda perlakuan dengan guru yang karna kelalaiannya ia harus menerima perlakuan yang sangat tidak hormat.

Begitu tega mereka menggundul pahlawan tanpa tanda jasa itu, lalu diarak tanpa alas kaki layaknya maling motor yang ketangkap basah oleh massa tengah melakukan aksinya.

Bahkan berkali-kali di headline sebagai kabar yang sangat menggemparkan, padahal itu adalah kesalahan yang sama sekali tidak disengaja.

Sekali lagi hormatilah guru, perlakukanlah mereka dengan manusiawi. Tegakkanlah hukum, tapi jangan bunuh etika dan keadilan.

Setidaknya jika tidak mampu membalas jasanya, jangan jatuhkan kehormatannya.

NASER MUHAMMAD

Tuesday, March 17, 2020

NASIB GURU DI NEGRI INI

Seorang koruptor di negeri ini lebih istimewa dari guru, saat koruptor bersalah ia bisa tertawa, saat guru bersalah ia bisa diburu.

Saat koruptor di arak berbaju lengkap dengan kopor bermerek, sedang guru diarak dengan kepala gundul tak beralas kaki.

Guru di negeri ini tak lebih istimewa dari koruptor tak masuk bekerja potong penghasilan yang tak seberapa, koruptor masuk penjara potong masa tahanan berkali-kali.

Guru di negeri ini pesakitan, bersalah karena menjewer murid yang bandel, di hajar orang tua murid hingga benjol. tak jarang penjara pun dilalui dengan tangan terborgol.

Saat murid bersalah, melecehkan gurunya, hukum di negeri ini menyelamatkannya. Belum cukup umur katanya.

Bahkan binatang yang tak tahu menahu tentang baca tulis dan segala bentuk literasi saja punya hormat yang sangat tinggi pada guru dimana disebutkan dalam sebuah hadits,

"Sesungguhnya Allah, para malaikat dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan besar, semuanya bershalawat kepada muallim (orang yang berilmu dan mengajarkannya) yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (HR. Tirmidzi).

Lalu mengapa ada orang yang pendidikannya lebih baik dari binatang, bisa lebih tak beretika dari binatang itu sendiri.

Kemana sesungguhnya ingin digiring negeri ini, jika orang bersalah hukumanya lebih berat dari yang sekedar diduga bersalah.

Yang mencuri, hukumannya lebih ringan dari yang diduga mencuri. Saat Hakim hanya mengejar target kuantitas putusan, tapi kualitas putusan menjadi korban. 

Hanya bagaimana perkara selesai dengan cepat bukan bagaimana menggali alur peristiwa dengan kongkrit dan akurat.

Hukum di Negri ini sedang sakit, timbangan keadilannya sedang bermasalah seringkali dosa orang-orang bersalah yang kebetulan kaya menjadi kecil, dan dosa orang kecil yang kebetulan miskin menjadi sangat besar.

Masih ingat kisah Nenek Asyani, ia divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 1 hari.

Hukuman percobaan itu ia terima karena ia mencuri dua batang pohon jati milik perhutani untuk dibuat tempat tidur.

Nenek Asyani Terdakwa Pencuri Kayu Divonis 1 Tahun Penjara pada tanggal 23 April 2015. 

Padahal di Negeri ini sekian banyak perusahaan yang menebang pohon secara ilegal bukan sekedar untuk membuat tempat tidur, tapi untuk menyewa tempat tidur yang nyenyak bersama dayang dan selir, tapi nampaknya mereka tetap baik-baik saja.

Karena perbedaan ekonomi dan sosial kerap kali menimbulkan ketidakadilan bagi si miskin dalam sistem pengadilan maka wajar, jika terlontar kata bahwa hukum selalu saja "Tajam ke bawah, namun sangat tumpul ke atas".

Naser Muhammad

KALUT SEORANG AYAH

Saat pagi tiba sang ayah menyelempangkan tas kerja di bahunya lalu bersiap memakai sepatu, tetiba sang anak mengintip dari balik jendela rumah.

Yah, nanti pulang belikan kakak susu yah..." ujar anak itu polos.

Baru beberapa langkah sang ibu dari dalam tergopoh-gopoh berlari keluar,

Yah, beras habis ntar kalo pulang sekalian ya..." 

Lelaki itu getir, ia melangkah dengan berat dan nampak gontai.

Baru saja lelaki itu sampai di kantor handphonenya berdering, nada SMS dari nomor yang sangat dikenalnya.

Ini dengan bapak Amir yah, Maaf pak tunggakan SPP anak bapak sudah 3 bulan belum terbayar tolong dibayar hari ini ya..." isi pesan itu menohok.

Betapa kalutnya ayah itu, hal itu mungkin bukan masalah, saat persediaan uang sedang baik. Apalah daya jika hal itu datang saat persediaan uang sedang kosong.

Begitu banyak ayah yang mungkin saja merasakan gundah yang sama. tagihan listrik, SPP, kebutuhan gas, beras, lauk pauk, sayur mayur dan jajan anak harus ditunaikan dalam waktu bersamaan.

Tidak sedikit ayah yang berusaha nampak tegar dihadapan anak dan istrinya, berusaha terlihat tangguh dalam kerapuhan dan kekalutannya. berusaha menunjukkan kepada anak dan istri bahwa itu bukan apa-apa.

Meski ia sudah berkali kali memutar otak berusaha menenangkan hati, untuk menyelesaikan semua pemintaan itu sendirian. Tapi jalan masih juga buntu.

Beban itu ia pikul sendirian, dalam lamunan. Maka tak jarang kita didengarkan, ayah yang merenggang nyawa dengan seutas tali jemuran sebagai pelarian.

Tak jarang tangan seorang ayah berlumuran darah karena berebut ladang penghasilan. Tak jarang seorang ayah terlibat perkelahian karena masalah yang tak bisa dituntaskan.

Baginya, susu, beras, SPP, dan hutang hutang harus lunas apa pun yang terjadi. Tapi tak jarang sang ayah tak pernah lagi bisa kembali ke rumah, justru karena susu yang tak terbeli karena mendekam dipenjara sebab berkelahi.

Ada seorang ibu yang menanti suaminya pulang berharap menenteng belanjaan, ada anak yang menunggu ayahnya pulang demi sekantong jajanan yang ia pinta pagi tadi. 

Tapi nun jauh di sana suami yang di nanti, ayah yang di tunggu tak kunjung kembali. Karena amukan massa yang berteriak menggebukinya, darah bersimbah, merenggang nyawanya, karena tak punya solusi untuk memenuhi keinginan keluarganya. Resiko itu dia hadapi demi memenuhi perannya sebagai seorang Ayah.

Betapa hebatnya seorang ayah yang tetap sabar dalam kekalutannya, betapa salutnya diri ini dengan ayah yang tetap memikul bebannya dan membawanya kembali pulang walau harus berkata,

"Maaf nak, ayah tak punya uang..."
"Maaf buk ayah belum gajian..."
"Maaf pak guru, saya akan bayar nanti..."

Hormatku pada ayah yang terus menjaga kehormatannya. Meredam masalahnya tanpa membawa masalah baru bagi keluarganya.

Dari sekian banyak ayah saya yakin bahwa banyak diantara mereka yang menggengam masalah mereka dan menggumamkannya lewat doa. Percaya bahwa Allah tidak akan memberi beban bagi hamba kecuali ia pasti bisa memikulnya.

Sungguh Allah cinta pada ayah yang demikian tegar itu. Tetaplah tegar, karna yang indah dari bersabar itu adalah pahala tanpa batas.

Naser Muhammad

PERINTAH ALLAH ITU BAIK

Allah itu baik, dan tidak memerintahkan kecuali yang baik. Karenanya yakinlah hal itu baik karena Allah perintahkan, dan hal itu diperintahkan karena hal itu pasti baik.

Apapun perintah Allah, kewajiban kita adalah tunduk pada perintahNya. Selain karena status kita adalah hamba, lebih dari pada itu Allah yang paling mengetahui kebutuhan kita.

Olehnya, Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa setiap ibadah pasti ada hikmahnya, entah itu kita tahu atau pun tidak.

وإن من شىء إلا عنده بمقدار

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)

Segala macam perintah yang Allah anjurkan tentu ada hikmahnya, demikian pula yang Allah larang. Inilah yang menjadi keyakinan pada madzhab para fuqoha kaum muslimin, di berbagai penjuru negeri.

Ketika manusia patuh dan taat terhadap syariat Allah, maka hidupnya pasti terarahkan pada jalan kebahagian. Sebaliknya, ketika cenderung berhukum dengan selain yang diturunkan Allah, maka pasti berujung kepada dampak buruk yang tidak sedikit, baik di dunia maupun akhirat. Sementara di akhirat jelas akan mengantar pelaku kepada siksaan yang berulang kali telah diingatkan dalam Al-Qur’an.

Dalam Islam, sangat dipahami bahwa salah satu bagian dari upaya memurnikan tauhid kepada Allah adalah wajib berpedoman kepada hukum yang telah ditetapkan Allah.

وَأَنِ ٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ وَٱحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَنۢ بَعْضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَٱعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَٰسِقُونَ

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.

Akibat buruk dari melalaikan perintah Allah sangatlah fatal. bukan hanya berakibat pada diri pribadi, ia bisa saja memberi akibat pada orang disekitar.

Bagaimana hari ini bisa kita saksikan bagaimana corona menghantui dunia. Kini, virus corona sudah menyebar hampir ke seantero dunia. Untuk menangkal penyebaran virus tersebut, beberapa kota di dunia bahkan sampai diisolasi. 

Penyakit itu tentu tidak datang tiba-tiba, ada hukum kausalitas bekerja disana bahwa sebab selalu berakibat.

Dugaan bahwa makanan adalah merupakan penyebab utamanya. Maka kita pun seharusnya mulai berfikir bahwa, mungkin inilah salah satu hikmah mengapa Allah mengatur hal terkecil dalam kehidupan ini, walau hanya masalah makan.

Akibat dari melalaikan aturan Allah. Tentang apa yang baik, dan tidak baik dikonsumsi. Menjadi akibat buruk bukan hanya pada pelakunya, tapi juga pada orang disekitarnya.

Corona virus yang diduga berasal dari akibat mengkonsumsi hewan liar, bukan hanya menginveksi pengkonsumsinya namun berakibat juga pada orang disekitarnya bagaimana tidak virus yang diduga pertama kali berasal dari wuhan, telah menginveksi beberapa negara termasuk Indonesia bahkan jumlah pasien positif terjangkit virus corona di Indonesia bertambah menjadi 117 kasus hingga hari Minggu (15/3/2020). 

Dalam Qur’an, kita mendapati berbagai kisah hikmah mengenai berupa-rupa bangsa yang mengalami kehancuran karena mendustakan peringatan Allah. Contohnya adalah Kaumnya Musa, Nuh, ‘Ad, Tsamud.

Aturan Allah sangat jelas terkait dengan makanan,

(يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu".

Kata thayyib seringkali dinisbahkan kepada makanan yang disertai dengan kata halal. Misalnya perintah Allah agar makan rizki yang halal lagi thayyib yang disebutkan dalam Al-Maidah: 88,

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

Atau pada qur'an surah Al-Anfal: 69,

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Atau dalam qur'an surah n-Nahl: 114 dimana Allah berfirman,


فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.

Mengapa demikian, karena makanan yang halal belum tentu thayyib (baik) bagi tubuh. Olehnya Allah menggunakan frasa Thayyib sebagai ungkapan yang mewakili bahwa makanan bukan hanya halal zatnya, tapi sumbernya juga harus halal. Bukan hanya mengenyangkan ia juga baik bagi tubuh, berkualitas dan bermanfaat.

Karenanya Label thayyib dalam Al-Qur’an tidak hanya dinisbatkan kepada jenis makanan, tetapi dinisbatkan juga pada kepada keturunan (dzurriyyah) thayyibah, kalimat thayyibah, pohon (syajarah) thayyibah, tempat-tempat (masâkina) thayyibah, negeri (baldah) thayyibah, penghargaan (tahiyyatan) thayyibah, hembusan angin (rih) thayyibah. Semua kata yang diberi frasa thayyibah adalah berkualitas baik dalam memberi manfaat.

Salah satu contoh adalah udang dia adalah makanan bukan hanya nikmat ia juga halal, tapi bagi mereka yang memiliki kolestrol tentu tidak thayyib bagi tubuh mereka.

Jika yang halal saja belum tentu tayyib bagi tubuh apatah lagi jika memang sumbernya berasal dari sumber yang habits atau tidak bersih bahkan haram dikonsumsi.

Inilah salah satu keunggulan Islam bila dibandingkan dengan agama lain. Wajar jika kemudian rasulullah mengatakan,

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

َاْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى.

“Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.” HR. Ad-Daruquthni (III/ 181 no. 3564)

Sesungguhnya banyak yang menyadari keadaan ini, namun karena kedengkian seringkali menutup mata dari kebenaran walau sedemikian terang dihadapan. 

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Banyak di antara ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dari dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapang dadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” [Al-Baqarah: 109]

Andai setiap orang menjalankan perintah Allah yang mulia tanpa mengabaikan perintahnya maka niscaya tidak ada yang didapatkan dari pelaksanaanya kecuali kebaikan.

Corona hanya sedikit dari sekian banyak tentara Allah yang mengingatkan pada kita akan kelalaian-kelalaian pada perintah Allah. Yang jika kita tidak sadari secepatnya akan mengancam bahkan membinasakan kita semua.

Hanya pada Allah kita bergantung, berlindung dan memohon ampun. Kita pun pada akhirnya hanya bisa mengucapkan,
قدر الله وما شاء فعل 

 “Ini takdir Allāh, dan apa yang Dia kehendaki, itulah yang Dia lakukan.”

Tidak ada seorang pun yang dapat merubah ketentuan yang telah Allah tetapkan, pun tak ada yang dapat mengurangi sesuatu dari apa yang telah menjadi ketentuan-Nya.

Apa yang Allah tetapkan tidak bisa ditambah pun tak bisa dikurangi selamanya. Ini adalah perkara yang telah ditetapkan-Nya dan telah selesai penentuannya. Pena telah terangkat dan lembaran telah kering.

Namun yang pasti, Allah itu baik dan tidak menghendaki kecuali pasti kebaikan. Jika corona adalah ujian maka yakinlah bahwa Allah itu,

لا يكلف الله نفسا إلا وسعها

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)

Naser Muhammad

SAHABAT SYURGA

Sahabat adalah energi, ia akan membawamu pada kebaikan atau keburukan. tergantung bagaimana caramu memilih kawan.

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; dan Ahmad, 2:344. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Sahabat itu mengingatkan pada kebaikan, saling menjaga dalam peningkatan iman. Bukan yang tak peduli pada dosa dan kemaksiatan.

Ada pepatah arab yang mengatakan,

الثمرة اليانعة إذا التصقت بثمرة فاسدة، بعد مدة حتما تصيرمنتنة

"Buah yang segar, jika lama menempel dengan buah yang busuk. Pada akhirnya, buah itu akan busuk juga".

Sahabat yang tidak baik akan memberikan energi negatif, keburukannya lambat laun memberi warna sebelum pada akhirnya membinasakan.

Sebagaimana kata pepatah Arab,

الصَّاحِبُ سَاحِبٌ

“Sahabat itu menarik dan mempengaruhi.”

Kerap kali orang melihat dan menilai seseorang dengan siapa ia senantiasa berinteraksi dan berkawan. Begitupun dahulu para ahli hikmah dan ulama, sehingga ahli hikmah menuturkan,

يُظَنُّ بِالمرْءِ مَا يُظَنُّ بِقَرِيْنِهِ

“Seseorang itu bisa dinilai dari orang yang jadi teman dekatnya.”

Persahabatan itu bukan hal sepele ia akan sampai di hari kebangkitan, hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan Allah. Namun Allah pastikan satu hal bagi hambanya yang memilih sahabat soleh di dunia, yaitu perjumpaan bagi mereka di Akhirat kelak.

Dari Abu musa radiallahu anhu, ia berkata,

قِيلَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الرَّجُلُ يُحِبُّ الْقَوْمَ وَلَمَّا يَلْحَقْ بِهِمْ قَالَ « الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ »

“Ada yang berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada seseorang yang mencintai suatu kaum, namun ia tak pernah berjumpa dengan mereka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai.’” (HR. Bukhari, no. 6170; Muslim, no. 26

Itulah salah satu balasan bagi persahabatan yang di bangun dengan dasar ketaqwaan kepada Allah, adapun persahabatan yang dibangun bukan karena ketaqwaan maka mereka juga di kumpulkan Allah dalam keadaan penuh dengan sumpah serapah dan pertengkaran.

Di dunia mereka nampak sangat akrab, namun di akhirat mereka bermusuhan Allah berfirman,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Ayat ini sarat renungan, tentang bagaimana situasi yang terjadi karena memilih sahabat yang salah. Bahkan ketika menjelaskan mengenai ayat ini, ahli tafsir At tabari mengatakan,

المتخالون يوم القيامة على معاصي الله في الدنيا, بعضهم لبعض عدوّ, يتبرأ بعضهم من بعض, إلا الذين كانوا تخالّوا فيها على تقوى الله.

“Orang-orang yang saling bersahabat di atas maksiat kepada Allah di dunia, di hari kiamat akan saling bermusuhan satu sama lain dan saling berlepas diri, kecuali mereka yang saling bersahabat di atas takwa kepada Allah.” (Lihat Tafsir At-Thabari)

Salah memilih sahabat bisa menjadi salah satu sebab penyesalan yang berkepanjangan, kesalahan yang tidak mungkin lagi diperbaiki jika terlambat menyadarinya. Renungillah firman Allah ini,

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ﴿٢٧﴾ يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ﴿٢٨﴾ لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya (yakni: sangat menyesal), seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku.” Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqan: 27-29)

Mencari sahabat yang baik itu perintah Allah, sesuatu yang sangat dianjurkan, untuk menjaga stabilitas ketaqwaan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah: 119).

Jika harus memilih kepada siapa harus bersahabat maka bersahabatlah dengan orang-orang yang mencitai Allah, dan Allah pun meridhoi cinta mereka. Mereka adalah sebaik baik kawan.

لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا

 “Janganlah engkau bergaul kecuali dengan seorang mukmin.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, Hasan).

Selalulah memberi perhatian kepada siapa kita bersahabat, persahabatan mestilah dibangun atas dasar ketaqwaan yang bersih, memilih pertemanan dan sahabat yang baik adalah keharusan dimana mayoritas waktu dan hari-hari, kita habis bersama mereka. Jadilah sahabat syurga.

Allahu  A'alam...
Naser Muhammad

KEKERASAN SERING DIHUJAT TAPI SERING DIGELAR

Kekerasa itu abadi, bahkan kadang kali dinikmati sebagai hiburan yang menyenangkan.

Kekerasan juga tidak lepas dari sejarah, begitu banyak sejarah yang dibangun di atas genangan darah.

Kekerasan itu seringkali dilarang, tapi tidak jarang juga justru dibiarkan, bahkan dipertontonkan.

Tinju, gulat, karate, dan militer semuanya adalah kekerasan.

Kekerasan itu kita terima sebagai pemakluman. Karena kekerasan tersebut, kebetulan digelar dengan beragam prosedur.

Manusia hari ini sebenarnya tidak menolak kekerasan, tapi jutru berupaya agar kekerasan itu digelar dan dinikmati sebagai tontonan bersama.

Tapi anehnya mereka tiba-tiba garang, marah bahkan sangat reaksioner ketika melihat kekerasan yang "kebetulan" pelakunya berafiliasi dengan lembaga keagamaan tertentu.

Mereka tidak marah dengan kekerasan yang dilakukannya. Ia justru marah karena agama yang dia anut sang pelaku, saat melakukannya.

Naser Muhammad

MAKA MENULISLAH HINGGA AKHIR HAYAT

Tahukah engkau siapa penulis dari buku Mizan al-‘Amal, al-‘Iqtisad fi al-I’tiqad, Mahkan Naza fi al-Manthiq, al-Musfazhiri fi al-Rad ‘ala al-Batiniyyah, Hujjat al-Haq, Qawasim al-Batiniyyah, Jawab Mafsal al-Khilaf, al-Durj al-Marqum bi al-Jadawil, Mi’yar al-‘Ilmi, Mi’yar al-‘Uqul, Maqasid al-Falasifah,Tahafut al-Falasifah, al-Mankhul fi al-Ushul, al-Basit, al-Wasit, al-Wajiz, Khulasaf al-Mukhtasar, Qawa’id al-Qawa’id, ‘Aqaid al-Sughra, Ma’khaz al-Khilaf, Lubnab al-Nazar, Tahsin al-Ma’khadh, al-Mabadi wa al-Ghayat, Muqaddamat al-Qiyas, Shifa al-Ghali/’Alil fi al-Qiyas wa al-Ta’wil, al-Lubab al-Muntakhal fi al-Jidal dan Ithbat al-Nazar, Al-Risalah al-Qudsiyyah, Ihya ‘Ulum al-Din, al-Rad al-Jami’ li Ilahiyat Isa bi Sharih al-Injil, Kimiya al-Sa’adah, al-Maqasad al-Asna fi Asma’ Allah al-Husna, al-Madnun bihi ‘ala Ghair Ahlih, al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk, Bidayat al-Hidayah, Mafsal al-Khilaf fi Usul al-Din, Jawahir Al-Qur’an, al-Arba’in fi Usul al-Din, Asrar al-Ittiba’ al-Sunnah, al-Qistas al-Mustaqim, Asrar Mu’amalat al-Din, Faysal al-Tafriqah bayn al-Islam wa al-Zanadiqah, al-Munqiz min al-Dhalal, Qanun al-Ta’wil, al-Risalah al-Laduniyyah, al-Hikmah fi Makhluqat Allah, al-Mustasfa fi ‘ilmi al-Ushul, al-‘Imla ‘an Mushkil al-Ihya, Ma’arij al-Quds, Misykat al-Anwar, al-Darurah al-Fakhirah fi Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, Mi’raj al-Saliqin, Tabliis Iblis, Ayyuha al-Walad, Kitab al-Akhlaq al-Abrar wa al-Najah min al-Shar, al-Gayah al-Quswa, Iljam al-‘Awam ‘an ‘Ilm al-Kalam dan Minhaj al-‘Abidin.

Semua kitab itu ditulis oleh satu orang yang bernama Imam Al ghazali, karya itu lahir jauh sebelum kertas dan pena semudah hari ini dicari. Namun karya mereka abadi dalam kebermanfaatan.

Bergidik rasanya membayangkan berapa banyak karya yang bisa beliau buat andai ia hidup sezaman dengan kita saat akses ilmu dan kertas berkelimpahan.

Setiap mereka nampaknya, memiliki motivasi yang sangat tinggi. Sehingga dapat melampaui keterbatasan mereka.

Jika tidak, apa sesungguhnya yang membuat Muhammad ibnu Jarir Ath Thobari (wafat: 310 H), penulis kitab Jaami’ul Bayan ‘an Ta’wilil  Ayil Qur’an menulis dalam sehari 40 lembar. Kira-kira beliau seumur hidupnya telah menulis kurang lebih 584.000 lembar.

Apa motivasi Imam Abul Wafa’ ‘Ali bin ‘Aqil Al Hambali Al Baghdadi  (wafat: 513 H) –manusia tercerdas di jagad raya kata Ibnu Taimiyah-, beliau menulis kitab Al Funun dalam 800 jilid, di mana di dalamnya berisi pembahasan tafsir, fikih, nahwu, ilmu bahasa, sya’ir, tarikh, hikayat dan bahasan lainnya.

Bagaimana pula dengan Imam Abu Hatim Ar Rozi yang telah menulis kitab musnad dalam 1000 juz.

Bahkan Ibnul Jauzi (Abul Faroj ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad Al Jauzi, wafat: 597 H), murid dari Ibnu ‘Aqil, beliau telah menulis 2.000 jilid buku dan buku yang beliau pernah baca adalah 20.000 jilid.

Adzhabi sampai-sampai mengatakan perihal Ibnul Jauzi bahwa tidak ada yang semisal beliau dalam berkarya.

Menulis itu salah satu amal jariah selama ada yang mengambil manfaat dari tulisan yang kita sebarkan.

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariyah, *ilmu yang bermanfaat* dan doa anak yang saleh.” (HR. Muslim no. 1631).

Syahdan Imam Ahmad bin Hambal pernah memotivasi dirinya dengan mengatakan *Ma'al hibral ilal maqbarah* bersamalah dengan pena sampai keperistirahatan (liang lahat).

Karenanya tulis apa saja yang kamu pikirkan, kamu rasakan, kamu renungkan, tulis ilmu yang baru kamu reguk, kamu pahami, kamu cerna, segala kebenaran yang kamu yakini, ide yang terlintas, inspirasi yang memebekas. 

Tuliskan semuanya, karena ruang ingatan sangat terbatas, apa yang terucap akan segera lenyap, apa yang terpikir tak lama akan menyingkir, apa yang di dapat tak lama akan senyap. 

Maka ikatlah ilmumu, idemu, hasil renunganmu dengan menulisnya. 

Setelah itu, pilihlah mana sekiranya diantara tulisan itu yang bermanfaat bagi sesama, maka tebarlah. Semoga dengan itu kita akan mendapatkan lebih banyak lagi kebaikan...

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعَهُمْ لِلنَّاسِ

“Manusia yang paling dicintai di sisi Allah adalah yang banyak memberikan kemanfaatan bagi orang lain.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir, 12: 453).

NASER MUHAMMAD

TERUNTUK KAUM REBAHAN DAN KAUM PATAH LEHER DI ERA INDUSTRI 4.0


Waktu terus berjalan, usia terus bertambah walau kedewasaan belum tentu mampu mengikuti gerak usia yang terus melaju.

Banyak orang tua yang berlomba dengan umur untuk menambal seluruh kelalaian masa lalu. Di saat anak muda justru tidak benar-benar belajar tentang tangisan penyesalan orang dahulu.

Perangkat teknologi yang semakin berkembang seharusnya menjadikan ide semakin mendobrak, Pergerakan teknologi seharusnya diikuti dengan semangat perkembangan yang sama.

Tapi nyatanya hari ini teknologi menjadi mubazzir dengan ketidak bermanfaatan yang dilakukan para penggunanya. Satu sisi dari dua mata pisaunya lebih sering dipakai bunuh diri, daripada mengembangkan diri.

Gadget misalnya, yang dalam sebuah survei oleh Common Sense Media di Philadelphia mengungkapkan bahwa anak-anak mulai usia 4 tahun sudah punya perangkat mobile sendiri tanpa pengawasan orang tua.

Gadget bukan lagi kebutuhan sekunder ia sudah menjadi kebutuhan primer penggunanya. Bagaimana tidak, banyak anak yang melawan rasa lapar demi gadget demi permainan. Mereka dengan sukarela menahan rasa haus dan dahaga.

Kebutuhan terhadap makanan telah berganti, menjadi kebutuhan terhadap gadget.

Dampaknya kemudian generasi muda tidak lagi punya waktu untuk menata masa depan yang kian rumit.

Generasi ini dikenal dengan kaum rebahan atau patah leher. Mereka tidak risih menghabiskan waktu hanya sekedar "santuy". Bukan pada makna esensialnya yang merupakan waktu istirahat dari aktivitas yang padat, tapi rebahan tak produktif yang habis dengan game dan aplikasi tak produktif lainnya.

Yang perlu benar-benar dicermati hari ini adalah bagaimana aktivitas rebahan dan patah leher itu tidak semata-mata dijadikan legitimasi atas kemalasan. Apalagi, sampai menghabiskan waktu berjam-jam dan mengabaikan waktu produktif.

Kesadaran perlu dihadirkan untuk masa depan bangsa, generasi seperti apa yang telah kita siapkan untuk menghadapi pertarungan sengit industri.

Positif dan produktif harus menjadi kesadaran bagi generasi bahwa, negara butuh kontribusi generasi muda sebagai pelanjut.

Aktivitas rebahan dan patah leher seharusnya menjadi inovasi baru untuk tetap produktif. Sebab, generasi sekarang memiliki akses terhadap internet yang bisa dikses tanpa mengeluarkan keringat.

Generasi muda mesti didorong untuk menghasilkan ide inovatif setiap harinya. Tetaplah rebahan, tetaplah produktif, tapi jangan patahkan leher. 😀

Mengapa pemuda, karena kata Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baazz,

"Pemuda di setiap umat adalah tulang punggung yang membentuk komponen pergerakan. Karena mereka memiliki kekuatan yang produktif dan kontribusi (peran) yang terus-menerus. Dan pada umumnya, tidaklah suatu umat akan runtuh, karena masih ada pundak para pemuda yang punya kepedulian dan semangat yang membara".

Apalagi jika merujuk pernyataan yang dirilis oleh Badan Keluarga Berencanan Nasional (BKKBN), Indonesia akan mengalami bonus demografi pada rentang waktu antara 2020-2030. Tentu merupakan "berkah" tersendiri khususnya bagi bangsa indonesia, sebab Fenomena bonus demografi biasanya dialami oleh negara berkembang.

Tapi kondisi ini, tidak akan berlangsung lama. Sebab, pada tahun 2045 bonus demografi di Indonesia diproyeksikan akan berakhir. Artinya bahwa, rentang waktu itu maka generasi perlu disiapkan untuk menghadapi kemungkinan berakhirnya bonus demografi yaitu “Ageing Population”,  situasi di mana usia masyarakat Indonesia yang tidak produktif lebih banyak dibandingkan dengan yang produktif.

Kesadaran generasi khususnya para pemuda adalah kunci keberhasilan menghadapi tantangan "Ageing Population" karena pemuda satu-satunya tulang punggung bagi gerakan kebangkitan. Karenanya Syaikh bin Baaz mengatakan,

الشباب في أي أمَّة من الأمم هم العمود الفقري الذي يشكل عنصر الحركة ، والحيوية ؛ إذ لديهم الطاقة المنتجة ، والعطاء المتجدد ، ولم تنهض أمَّة من الأمم – غالباً – إلا على أكتاف شبابها الواعي ، وحماسته المتجددة

Para pemuda di bangsa mana pun adalah tulang punggung yang menjadi komponen penting dan sangat vital untuk bergerak. Dari tangan pemudalah muncul energi dan hasil yang baru. Bangsa mana pun bisa bangkit hanya berawal dari kesadaran para pemudanya yang mampu memunculkan spirit-spirit baru. (Fatawa Ibnu Baz, 2: 365).

Perkataan syaikh bin Baaz tentu merujuk dari fakta sejarah tentang bagaimana para generasi muda dahulu sangat produktif di usia yang sangat pagi.

Jika rebahan dan patah leher bukan karena legitimasi kemalasan maka dipastikan akan sangat banyak ide – ide kreatif dari muda – mudi Indonesia yang bisa ditumpahkan untuk mengikuti pertempuran ide kreatif di revolusi industri 4.0. 

Saat ini adalah saat paling tepat untuk mewujudkan inovasi - inovasi ciamik yang dapat di tumpahkan agar dapat menjadi sesuatu yang bisa mengantar bangsa ini ke arah yang jauh lebih baik.

NASER MUHAMMAD

SEDIH KARNA BELUM PUNYA ANAK, BACALAH KISAH INI

Syahdan dahulu terdapat seorang pemuda dan pemudi yang bertaqwa ia saling mencinta dan kemudian menikah. Pemuda itu mengajarkan kitab Taurat dan Zabur. Ia habiskan umurnya untuk berdakwah di jalan Allah dan memelihara Haikal di Baitul maqdis.
.
Tidak terasa umur pernikahan mereka telah mendekati usia senja, ia mulai was-was menyadari bahwa usia pernikahan ini seharusnya sudah menampakkan tanda-tanda adanya benih momongan yang siap melanjutkan tongkat estafeta perjuangan.
.
Namun, penantian demi penantian itu tidak juga menunjukkan akan tanda datangnya anak yang didamba-dambakan selama ini.
.
Kehawatirannyapun semakin memuncak saat ia yang sudah lanjut usianya ingin mendapat anak, sedangkan waktu itu umurnya sudah mencapai 100 tahun. 
.
Beliau sangat merindukan lahirnya seorang anak, beliau senantiasa memohon kepada Allah atas kerinduannya itu dengan anugerah seorang anak laki-laki yang dapat melanjutkan dakwahnya. 
.
Keinginan kuat itu pun terbentang dihadapannya dengan segala persoalannya dengan ketidak mungkinan-ketidak mungkinan, bagaimana tidak istri yang tua renta yang diharapkan darinya lahir seorang anak justru di vonis monopause dan mandul. Ketidakmungkinan itu pun kian nyata di depan mata.
.
Bahkan doa yang ia panjatkan pada Allah pun berisi ketidak mungkinan untuk dapat di wujudkan. Allah abadikan doa hamba ini dalam Alquran dimana dia berkata,

" Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sungguh, aku khawatir terhadap  kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu, yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Ya‘qub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.” (QS. Maryam/19: 4-6)

Harapan untuk mendapatkan anak akhirnya sampai pada titik keraguan. Bahkan saat Allah berfirman,

Kami, memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya.’ 

Dia pun masih berkata dalam keraguan, ‘Ya Tuhanku, bagaimana aku akan mempunyai anak, padahal istriku seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua?’ 
.
Tetapi Allah meyakinkan dia dengan firmannya, ‘Demikianlah.’ Tuhanmu berfirman, ‘Hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau belum berwujud sama sekali.’” (QS. Maryam/19: 7-9)
.
Bahkan setelah Allah berfirman seperti itu ia masih juga di rundung ragu, ia pun meminta bukti untuk menguatkan kemungkinan yang secara kalkulasi manusia ia memanglah mustahil terjadi. Ia kembali meminta kepada Allah.

"Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” 

Maka Allah pun berfirman, “Tandamu ialah engkau tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal engkau sehat.” 

Maka dia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia memberi isyarat kepada mereka, bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang.” (QS. Maryam/19: 10-11)

Doa, kesungguhan, keyakinan dan usaha itu kerja manusia, dan jika itu semua sudah selesai, maka biarkan Allah bekerja dengan ingiNya.
.
Semua yang mustahil menurut hitungan manusia adalah apa yang tidak mustahil menurut Allah, sebab Allah tidak tunduk pada postulat dan teorima mana pun. Dia tidak bergerak dengan aturan-aturan kemanusiaan sebab Dia ada pada rumusnya sendiri. cara kerjaNya tidak akan pernah di deteksi.
.
Kita yang pernah membaca Al quran bahkan mentadabburinya, pasti pernah membaca kisah di atas. Lelaki itu bernama zakariya dan istrinya.
.
NASER MUHAMMAD

SEDEKAH YANG MENGURANGI PAHALA

Pada umumnya sedekah seharusnya menambah pahala, memberi nilai tambah bagi amalan yang telah dilakukan seorang hamba.

Lalu mengapa ada sedekah yang justru mengurangi pahala, sedekah apa kiranya yang bisa melakukan itu? Itulah ghibah.

Apa itu ghibah,

 « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ».

“Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.”

Berangkat dari perasaan lebih baik dari orang lain, atau perasaan iri dengan apa yang dimiliki orang lain, bisa menimbulkan benih ghibah.

Karena itu, seharusnya menyibukan diri dengan memperbaiki keadaan diri adalah jalan terhormat, yang seharusnya menjadi sebuah upaya maksimal.

Menyibukan diri dengan keadaan orang lain, terkadang membuat kita lupa akan kekurangan diri yang jauh lebih buruk.

Ada pepatah mahsyur yang mengatakan "gajah di pelupuk mata tak terlihat, semut di seberang lautan nampak sangat terang".

Pepatah ini sesungguhnya berangkat dari perkataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dimana ia berkata,

يبصر أحدكم القذاة في أعين أخيه، وينسى الجذل- أو الجذع – في عين نفسه

“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” 

Karenanya, sebagai upaya untuk tidak bermudah-mudahan dalam meletakkan perasangka buruk pada orang lain, adalah merendahkan diri dengan berperasangka baik pada sesama. 

'Abdullah Al Muzani mengatakan,

إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.

“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal sholih dariku, maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku.” Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.”

Dalam kondisi yang demikian, sebetulnya kebaikan dari musuh terkadang justru lebih banyak kita dapat, dari pada yang datang dari sahabat sendiri.

Karenanya Al Imam Fudhail Bin Iyadh berkata,

"حسناتك من عدوك أكثر منها من صديقك؛ لأن عدوك إذا ذكرت عنده اغتابك، وإنما يدفع إليك المسكين من حسناته"

"Kebaikan-kebaikan yang berasal dari musuhmu lebih banyak, jika dibanding kebaikan yang kamu dapat dari sahabat dekatmu. Sebab, jika namamu disebut oleh musuhmu dia pasti menggunjingmu. Itu artinya musuhmu dengan sukarela memberikan kepadamu kebaikan-kebaikannya". (Abu bakar Al-Dinawari, al-mujalasah wa Jawahir Al-ilmi, 4/196).

Jika ingin sekali memberikan pahala pada orang, maka berikanlah pahala itu pada orang tuamu karena mereka lebih layak.

Karenanya saat ada orang yang menggunjing di majelis Abdullah bin Mubarok, Beliau langsung menegur orang tersebut dengan mengatakan, 

إن أردتم أن تغتابوا اغتابوا أبويكم لئلا يرد أجر عملكم إلى الأجنبي بل إليهما

"Jika kalian ingin menggunjing seseorang gunjinglah ayah ibumu agar pahala amal shalih kalian tidak diberikan kepada orang lain namun diberikan kepada ortuamu sendiri". (Mawa'izh ash-Shalihin wa ash-Shalihat hlm 62).

Tetapi yang terbaik adalah, 

طُوبَى لِمَنْ شَغُلَ عَيْبُهُ مِنْ عُيُوْبِ النّاسِ.

“Beruntunglah orang yang disibukkan oleh aibnya sendiri, sehingga ia tidak sempat mengurus aib orang lain.” 

Naser Muhammad

UPAYA MENYAMBUT KEMENANGAN YANG DINANTI

Upaya menyambut kemenangan yang dinantikan, dan dijanjikan. Tahapannya adalah berada ditempat yang benar bersama dengan orang-orang yang juga benar.

Siapa mereka? Adalah mereka orang yang senantiasa menjadikan Allah, Rasulnya dan kaum muslimin sebagai penolong. Dalam Al qur'an dikenal dengan kata Hizbullah

Frasa “hizbullah” disebutkan tiga kali di dalam Alqur'an. Satu kali dalam surat al-Maidah ayat 56:

فَإِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡغَٰلِبُونَ 

“Maka sesungguhnya Hizbullah merekalah orang-orang yang menang.”

Dan dua kali dalam surat al-Mujadilah ayat 22:

أُوْلَٰٓئِكَ حِزۡبُ ٱللَّهِۚ أَلَآ إِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ 

“Mereka adalah hizbullah (golongan Allah ‘azza wa jalla) dan ketahuilah sesungguhnya hizbullah merekalah yang akan menang.”

Meski hanya tiga kali Allah sebutkan dalam Al Quran, tapi Allah pastikan bahwa kemenangan hanya Allah berikan kepada hamba yang berada dibawa panji Hizbullah.

Ada tiga ciri mendasar yang Allah sebutkan dalam Al-quran, kenapa hizbullah layak menjadi pemenang yaitu,

 وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا

"Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya".

Dalam tafsir Al Muyasaar disebutkan, Bahwa yang dimasud ayat tersebut adalah, siapa saja yang percaya kepada Allah dan setia kepada Allah, RasulNya dan kaum Mukminin, niscaya dia termasuk pengikut golongan Allah.

Lebih luasnya ciri mereka disebutkan dalam ayat 54 surah Al maidah,

يآأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى ٱللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang 

1. Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.

2. Bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin.

3. yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.

4. Berjihad dijalan Allah.

5. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. 

Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.

Lima ciri yang disebutkan diatas, adalah prasyarat yang menentukan kemenangan hizbullah atas hizbu syaitan.

Jika ciri tersebut sudah melekat, maka nasrullah (Pertolongan Allah), dan fathun qarib (Kemenangan yang dekat) yang dijanjikan oleh Allah, haqqul yaqin akan segera datang.

Karena janji Allah, bahwa pertolongan Allah (nasrullah) hanya dapat diraih oleh orang-orang yang berada dibawah panji Allah (Hizbullah) dan hanya orang yang berada dibawah panji Allah lah yang senantiasa dekat dengan kemenangan (Fathun Qarib).

Sebagaimana firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (10) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ (11) يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (12) وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِّنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ 

Wahai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?  (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. (Ash-Shaff : 10-12)

Jika upaya tersebut sudah diupayakan maka bersabarlah hingga tiba masanya, masa yang Allah telah janjikan yakni pertolongan Allah dan kemenangan.

Janji Allah pasti bahwa waktu kemenangan yang ditunggu itu akan tiba, masa itu dikenal dengan "Muntaziruzzaman" sebuah masa yang disinyalir Allah dalam firmannya,

وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4) بِنَصْرِ اللَّهِ يَنصُرُ مَن يَشَاء وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (5) وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (6)
 
Dan di hari  itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. (sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Rum : 4-6).

Jika kemenangan itu telah tiba, maka saksikanlah kebenaran firman Allah.

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ، وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat. 

Naser Muhammad

PILIHAN ALLAH SELALU BAIK

Ada ungkapan ulama yang mengatakan, "Alkhairu Maa Ikhtarahullahu lana". Kebaikan itu adalah apa yang telah Allah pilihkan untuk kita.

Seringkali harapan kita tidak menemukan jalan yang mulus, lalu kemudian tak jarang mengambil kesimpulan bahwa Allah tidak menyayangi hambaNya, bahkan sampai pada titik berani berperasangka buruk kepada Allah.

Tak jarang Allah dijadikan sebagai tersangka, dari semua kegagalan dalam hitungan dan kalkulasi tentang sesuatu. Tidak jarang juga, manusia menyalahkan Allah lewat takdirnya.

Padahal jika kita sadari dengan iman, tidak semua harapan harus terkabul sesuai dengan keinginan. 

Jika merasa berat dengan keputusan Allah ingatlah bahwasanya dibalik rencana Allah tersimpan banyak kebaikan.

فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلُ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Karena barangkali kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Qs. An Nissa 19).

Allah, zat yang mengetahui seluruh perkara yang tersembunyi, sudah menyatakan.

وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Allah yang mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah 216).

Sungguh sangat indah ungkapan seorang sahabat Ibnu Mas'ud radiallahu anhu, 

"إن العبد ليهم بالأمر من التجارة والإمارة، حتى ييسرله، فينظر الله إليه فيقول للملائكته : اصرفوه عنه، فإنر إن يسرته له أدخلته النار، فيصرفه الله عنه، فيظل يتطيّر (أي يتشاعم)، يقول : سبقني فلان، دهاني فلان، وماهو إلا فضل الله عزوجل".
"Sungguh seorang hamba itu menginginkan sesuatu dari urusan perdagangan dan properti, hingga dimudahkan baginya. Lalu Allah melihat perkaranya, lalu Allah memerintahkan kepada malaikat : "Palingkan dia dari urusan tersebut (persusah urusannya)! Sebab, jika aku mudahkan urusan itu baginya, Aku akan masukkan dia ke dalam neraka". Lalu Allah pun menyulitkan hamba tersebut, hingga hamba tersebut menjadi pesismis seraya berkata : "Si Fulan telah mendahului saya, atau Si Fulan lebih pandai dariku". Padahal semua hal itu terjadi karena karunia Allah terhadapnya". (Atsar ini disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali dalam kitabnya, Jami' Al-ulum Wa Al Hikam, 2/470).

Atsar ini menunjukkan betapa Allah dengan kasih sayangNya sangat memperhatikan bagaimana kehidupan seorang hamba menjadi baik.

Boleh jadi ketika seorang hamba dilapangkan urusannya oleh Allah, urusan itu malah menjadikannya semakin jauh dari Allah. 

Sebaliknya, Allah persulit urusan seorang hamba agar dia banyak mengingat Allah, semakin dekat dengan kebaikan dan puncaknya adalah khusnul khotimah di penutup usianya.

Bukankah Allah seringkali melakukan itu, bagaimana Musa yang ingin dibunuh justru dilarung di air yang mengalir. Bukankah Firaun yang tak punya belas kasihan seharusnya membunuh bayi Musa, Tapi mengapa justru memeliharanya.

Bukankah seharusnya Allah memberikan mu'jizat bagi musa sebuah kapal yang bisa menyebrangi lautan kala ia harus berlari dari kejaran Fir'aun, tapi Allah justru memberinya sebuah tongkat yang sama sekali justru memberatkan jika seandainya Musa harus menyebrangi lautan dengan berenang.

Ada orang yang mengumpat dan mempersalahkan Allah, kala ia sudah berusaha untuk mendapatkan keturunan, tapi yang dipinta tak kunjung tiba. Ia kemudian mempersalahkan takdir Allah yang membuatnya demikian. Padahal tidaklah Allah menangguhkan sesuatu kecuali hal itu pasti baik baginya.

Renungkanlah kisah Khidir saat Allah mewahyukan padanya untuk membunuh seorang anak, mengapa Allah menyuruh Khidir untuk membunuhnya.

وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا

“Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” (al-Kahfi: 80-81).

Ingatlah, bahwa perintah Allah selalu ada kebaikan yang tersirat. Senantiasalah berusaha, tapi ingatlah bahwa hasil dari usaha hanya pada Allah muaranya.

Alangkah indah syair sang penyair yang mengatakan,

عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يَسْعَى إِلَى الْخَيْرِ جُهْدَهُ

وَلَيْسَ عَلَيْهِ أَنْ تَتِمَّ الْمَقَاصِدُ

Seseorang sudah seharusnya berusaha sekuat tenaga mendapatkan kebaikan

Tetapi, ia tidak akan pernah bisa menetapkan keberhasilannya.

Naser Muhammad

SAHABAT DALAM DAKWAH

Salah satu kekuatan dakwah adalah adanya sahabat-sahabat saleh yang membersamai dalam setiap langkah dakwah.

Sahabat yang bukan hanya menemani dalam keramaian ia juga hadir dalam kesunyian. bukan sekedar berdiri disisi ini saat kemenangan disematkan, ia juga hadir saat kesakitan menerjang perjuangan.

Betapa pentingnya keberadaan seorang sahabat bagi jalan dakwah, dan perjuangan hingga Nabi yang mulia sekalipun pernah berdoa kepada Allah,

« اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِى جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ». قَالَ وَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلَيْهِ عُمَرُ

“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang yang lebih Engkau cintai dari kedua laki-laki ini: Abu Jahal atau Umar bin Al-Khaththab.” Sang perawi mengatakan, ternyata yang lebih dicintai oleh Allah adalah Umar. (HR. Tirmidzi, no. 3681; Ahmad, 2:95. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Betapa besar peran sahabat bagi kesuksesan dakwah, ia adalah pelengkap, penghibur, penguat bagi derap langkah, juga penyeimbang agar senantiasa selaras dalam juang.

Begitulah kiranya pikiran Nabi Musa ketika dia meminta kepada Allah seorang sahabat yang dapat membersamainya dalam jalan dakwah.

Musa paham dengan kekurangan yang dimilikinya, ia tidak cakap berkomunikasi ia butuh seorang sahabat yang dapat membersamainya dalam mengemban amanah.

Setelah berpikir panjang, Nabi Musa menemukan sosok yang dibutuhkan untuk membantunya berkomunikasi. Ia temukan kemampuan ini pada sosok saudaranya yang bernama Harun. 

Ia pun menyampaikan permohonan kepada Allah agar berkenan menerima dan menjadikan Harun sebagai pendamping bagi perjuangannya. 

Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang”. (Q.S. al-Qashash/28: 35).

Allah bukan hanya sekedar mengabulkan permohonan Nabi Musa untuk mendapatkan seorang sahabat, ayat ini juga memberi kabar gembira berisi jaminan. Bahwa ia dan Harun akan Allah karuniakan kekuasaan besar yang tidak bisa dicapai Fir’aun dan para pembesarnya.

Merawat persahabatan, adalah sesuatu yang sangat berat untuk digapai. perlu komunikasi yang baik dan kerelaan untuk terus memberi dan menerima.

Menerima kebaikan yang ada padanya, dan bersabar pada kekurangan yang dimilikinya adalah niscaya yang harus senantiasa diteguhkan. Karena sesiapapun yang bersamaimu dalam kesulitan ia layak membersamaimu dalam kebahagiaan.

Belajar dari bagaimana Nabi memperlihatkan kecintaan dan keistimewaan para sahabatnya-sahabatnya, syahdan terjadi perseteruan antara Khalid bin Al Walid dan Abdurrahman bin ‘Auf perseteruan yang membuat Khalid mencela Abdurrahman bin 'Auf.

Perihal ini diadukan kepada Nabi oleh Abdurrahman bin 'Auf.

Nabi tetiba bereaksi, bahkan diteguhkan dengan hadits, dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘ahnu, beliau berkata

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

" Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,”Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya.

Yang dibela Nabi adalah abdurrahman bin 'Auf, dan yang ditegur Nabi adalah Khalid bin Walid. Betapa tingginya penghormatan Nabi pada sahabatnya.

Berbeda kisah dengan Rasulullah, dikisahkan dalam alqur'an, persahabatan Musa dan Harun.

Suatu hari Musa mendapat panggilan menuju bukit Thur, sebelum berangkat menuju ke sana dititipkannya amanah ummat agar diurus oleh sahabatnya Harun.

Empat puluh hari Musa pergi, selama itu juga kekacauan terjadi, ummat yang baru saja lepas dari kejahilan masa lalu kembali membuat kekacauan yang lebih buruk.

Samiri membuat patung anak sapi, dan mengajak Bani Israil menyembahnya. Harun berusaha sedemikian rupa menghalau dan menasehati namun sia-sia. Hampir saja nyawanya ikut melayang sebagai taruhan.

Ketika Musa tiba, nampak keheranan melihat kondisi kaum sepeninggalnya. Musa dengan sangat marah membanting "Alwah" sebuah batu berbentuk lempeng yang berisi firman Allah hingga berkeping di lantai.

Berlari dia kehadapan Harun, seketika dijambaknya rambut dan ditarik janggutnya dengan geram ia berkata,

{قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي.
Berkata Musa, "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?”

Dalam ketakutannya Harun berkata,

قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي}

"Harun menjawab, "Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku), 'Kamu telah memecah belah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku'." (Thaha: 92-94)

Amanat sudah saya laksanakan titah Harun mengibah, tapi Bani Israil terlalu bebal. Bukan hanya menganggapku lemah hampir saja ia membunuhku. Harun berkata,

{ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلا تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاءَ وَلا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}

Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim. (Al-A'raf: 150)

Mendengar ini tetiba Musa terkaget, dilepasnya rambut dan janggut Harun. Musa tersadar bahwa kesalahan yang terjadi adalah kelemahan yang harus diterima. Tidak seharusnya dia menyalahkan Harun sendirian.

Bersandar Musa seraya berdoa,

قَالَ رَبِّ ٱغْفِرْ لِى وَلِأَخِى وَأَدْخِلْنَا فِى رَحْمَتِكَ ۖ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang".

Persahabatan tidak menuntut sempurnaan, hanya upaya untuk senantiasa saling mengingatkan bukan berusaha menyalahkan kelemahan.

Sebagaimana Rasulullah dengan para sahabatnya yang mulia, dimana Rasul mencintai mereka dan merekapun mencintai Rasulullah kendati para sahabatnya kumpulan budak dan orang-orang lemah secara ekonomi.

Suatu kali berita kematian datang, Kabar tentang kematian Nabi menyebar. Entah siapa yang menyebar berita hoax itu.

Ketika sebagian pasukan Uhud telah memasuki Madinah, mereka dihadang seorang wanita dari Bani Dinar.

Dia terus bertanya, “Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”

“Suami anda meninggal”, sahut pasukan Uhud. Tapi ia tak peduli, ia bertanya lagi,

“Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” tanya wanita ini.

“Ayah anda meninggal”, pasukan Uhud memberitakan. Tapi wanita ini tak peduli.

“Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” tanya wanita ini.

“Saudara anda meninggal”, pasukan Uhud memberitakan.

Tapi dia tetap bertanya, “Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”

lalu seseorang berkata kepadanya,

“Beliau baik-baik saja, wahai Ummu Fulan. Walhamdulillah…, seperti yang anda harapkan”, jawab para pasukan.

Dengan ikhlas, wanita ini mengatakan,

كل مصيبة بعدك جَلَلٌ ـ تريد صغيرة

“Semua musibah yang menimpaku itu ringan, selama Rasulullah selamat ” (ar-Rakhiq al-Makhtum, 256).

Sebagaimana Rasulullah mengajarkan bagaimana persahabatan menjadi jembatan yang menguatkan. Begitupun Musa mengajarkan agar tidak gegabah menilai kelemahan sahabat.

Sebagaimana seringkali kita temui, persahabatan yang pecah hanya karena persoalan yang sangat kecil. Hanya karena persoalan yang masih dalam batas yang sangat bisa ditoleransi. Namun kita berupaya menuntutnya lebih dari yang seharusnya.

Bukankah seringkali kita juga layaknya Musa, yang meminta kepada Allah untuk diteguhkan dengan adanya sahabat, dengan hadirnya orang-orang yang bisa membersamai kita dalam dakwah, dengan segala keunikan yang dimilikinya. 

Namun pada akhirnya kita juga yang membuatnya lari dari dakwah, kita juga yang membuatnya guncang dalam jalan juang, kita juga yang jatuhkan kehormatannya.

Pada akhirnya kita juga yang mengeluarkannya, mengkafirkannya, menyalahkannya bahkan membunuh harga dirinya.

Maka benarlah nasihat Harun pada Musa yang membuatnya tersadar,
فَلا تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاءَ

"...Janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku...".

Seringkali kita memohon sebagaimana Musa memohon seorang walijah, tetapi pada akhirnya kita tersibukkan untuk bertengkar sendiri dengannya. Bukan membuat musuh gentar, justru membuat musuh semakin gencar. 

Wallahu A'alam
Naser Muhammad

MEMILIH JALAN SUNYI

Kebaikan tidak bisa diukur dengan pakaian yang dikenakan, seberapa banyak derma yang diberikan, pun seberapa banyak sahabat yang senantiasa menemani.

Paradigma tentang nilai kemanusiaan terus berubah seiring perjalanan waktu tanpa bisa dipungkiri.

Derma yang dilakukan secara bederang selalu saja menjadi ukuran kebaikan. Betapapun derma itu diiringi keangkuhan dan kecongkakan pelakunya.

Ketika derma hanya mengejar kemahsyuran dan popularitas, ketika ukuran kesuksesan hanya pantas menjadi milik mereka yang kerap kali hadir dengan sedekahnya di layar kaca.

Jauh di sudut bumi ini ada yang tak populer pun tak mahsyur, ketiadaan mereka tak dicari, keberadaan mereka tak dikenali. Mereka hidup dengan kesunyian tanpa sanjungan pun tepuk tangan kekaguman.

Betapa sulitnya mengambil jalan hidup yang mereka jalani, terpojokkan oleh kemewahan sanjungan dan ke-egoan.

Padahal dibandingkan dengan mereka, mungkin kita bukanlah siapa-siapa. Hidup banyak mengajarkan pada kita, bagaimana orang-orang baik nyatanya tidak kita kenal.

Mereka memilih jalan sunyi dengan beragam kebaikan dan amal soleh yang mereka lakukan bukan karena tidak bisa terkenal, tapi mereka memang memilih untuk tidak dikenal.

Diantara mereka ada yang jauh lebih baik dari kita, lebih khusyu, lebih soleh, lebih tawaddhu bahkan lebih dicintai oleh Allah.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ

“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka mengasingkan diri.”

Para penempuh jalan sunyi ini adalah orang-orang yang benar-benar siap dengan perlakuan berbeda dalam hal apa saja.

Jalan sunyi yang mereka jalani adalah, jalan panjang yang senyap dari hiruk pikuk popularitas kegembiraan dunia. Mereka adalah kumpulan orang-orang yang telah selesai dengan dirinya sendiri.

Baginya memberi manfaat tak harus dengan menampakkan seluruh amalan di hadapan manusia.

Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sudah sepatutnya bagi seorang alim memiliki amalan rahasia yang tersembunyi, hanya Allah dan dirinya saja yang mengetahuinya. Karena segala sesuatu yang ditampakkan di hadapan manusia akan sedikit sekali manfaatnya di akhirat kelak.”

Begitulah para penikmat jalan sunyi itu beramal dalam diam, Ayub As Sikhtiyaniy contohnya Ia pura-pura mengusap wajahnya, lalu ia katakan, “Aku mungkin sedang pilek berat.” Tetapi sebenarnya ia tidak pilek, namun ia hanya ingin menyembunyikan tangisannya.

Adalah ‘Ali bin Al Husain bin ‘Ali. Beliau biasa memikul karung berisi roti setiap malam hari. Beliau pun membagi roti-roti tersebut ke rumah-rumah secara sembunyi-sembunyi. Beliau mengatakan,

إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِىءُ غَضَبَ الرَّبِّ عَزَّ وَ جَلَّ

“Sesungguhnya sedekah secara sembunyi-sembunyi akan meredam kemarahan Rabb ‘azza wa jalla.”

Penduduk Madinah tidak mengetahui siapa yang biasa memberi mereka makan. Tatkala ‘Ali bin Al Husain meninggal dunia, barulah tersingkap kebenarannya. Saat mereka sudah tidak lagi mendapatkan kiriman makanan setiap malamnya. Di punggung Ali bin Al Husain terlihat bekas hitam karena seringnya memikul karung yang dibagikan kepada orang miskin Madinah di malam hari. Ali bin Al Husain menikmati kematiannya dalam jalan sunyi penduduk madinah.

Ali bin Al husain satu diantara mereka yang mengambil jalan sunyi dalam memberi kebermanfaatan lewat jalan sedekah. 

Jalan sunyi itu dia ambil sebab dia paham betul jaji Allah bahwa salah satu di antara golongan yang mendapatkan naungan Allah di hari kiamat nanti adalah,

وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ

“Seseorang yang bersedekah kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”

Abdul Qodir Al kailani mengistilahkan jalan sunyi ini dengan ungkapan *"As Shumtu Sindan"* Yakni diamnya rayap.

Bagaimana rayap bekerja dalam sepi namun mampu membangun rumah yang jau lebih besar dari ukuran tubuhnya, hening tanpa suara, bumi pun tuli dari kerjanya.

Jalan sunyi inilah yang dipilih para pelaku kebajikan di masa salaf Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ خَبْءٌ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ

“Barang siapa diantara kalian yang mampu untuk memiliki amal sholeh yang  tersembunyikan maka lakukanlah !” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 2313)

Karena mereka telah terbiasa dalam kesunyian amal, sebagaimana kita terbiasa dalam kesunyian dosa.

Hingga Salamah bin Dinar berkata :

اُكْتُمْ مِنْ حَسَنَاتِكَ كَمَا تَكْتُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكَ

“Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu”.

Nunukan, 07 Maret 2020
Naser Muhammad

MERAWAT HETEROGENITAS PRESPEKTIF QUR'AN


Islam tidak pernah mengusik keberadaan pancasila sebagai dasar negara, bahkan dengan besar hati tokoh-tokoh agama Islam sangat rendah diri menerima pancasila sebagai dasar negara.

Islam seringkali menjadi muara bagi intoleransi yang kerap terjadi di negri ini. Padahal fakta sejaranya bahwa kemerdekaan NKRI tidak lepas dari Islam dengan kaum santrinya.

Islam digambarkan sebagai agama radikal, padahal berkali kali kekerasan dipertontonkan dan pelakunya kerap beragama non Islam.

Lalu sebutkan satu saja kasus di tanah nusantara ini yang pelaku pembantaiannya adalah umat Islam?

Islam memahami apa yang dinamakan multikultural dan religi kultural. Karenanya dalam Al qur'an, terdapat beberapa ayat yang mengajarkan hal semacam itu di antaranya,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْناكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثى وَجَعَلْناكُمْ شُعُوباً وَقَبائِلَ لِتَعارَفُوا

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

di ayat lain Allah juga mengatakan, 

وَمِنْ آَيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

Maka dalam Islam memberikan penghormatan bagi yang berbeda adalah hal yang disyariatkan.
FirmanNya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Umat Islam sesungguhnya dari awal sudah memahami perspektif Al Qur'an tentang ayat-ayat heterogenitas Kebangsaan. Dengan ayat inilah umat Islam dengan umat lainnnya. Akan tetap akrab dengan keberagaman, tanpa harus ada salam pancasila. 

Salam dalam Islam, bukan sekedar alat basa-basi dalam perjumpaan.

Ucapan salam dalam Islam lebih dari hal semacam itu. Jauh dari kesan alat basa-basi, atau ekspresi kekraban belaka.

Islam agama yang sangat menjaga keutuhan dan persaudaraan, Islam adalah agama cinta.

Karenanya agama Islam mengatur bagaimana kehidupan bermasyarakat bahkan bertetangga.

Suatu kali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 

"Maukah kalian aku tunjukkan apa yang bisa membuat kalian saling mencintai? Para Shahabat berkata : “Tentu ya Rasulullah..” Sebarkanlah salam diantara kalian” (HR. Muslim no.54).

Salam adalah upaya untuk senantiasa menjaga hati dan perasaan. Upaya untuk saling mendoakan kebaikan pada sesama.

Betapa mulianya doa yang terkandung di dalamnya,

“Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah kepadamu.”

Adakah salam yang lebih baik dari ini, adakah ungkapan kasih sayang yang lebih menenangkan perjumpaan daripada ini. Adakah sapaan ekpresi keakraban dan kesantunan sebagai sesama manusia yang lebih dalam maknanya dari ini.

Salam dalam Islam adalah adalah spirit untuk membangun hubungan positif dengan sesama. Sebuah sapaan yang menyadarkan kita bahwa keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, harus diejawantahkan secara bersama-sama.

Islam itu rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin), tidak ada ruang dan celah dalam Islam kecuali Allah telah menambalnya dengan kebaikan-kebaikan. Begitu halnya salam sungguh kebaikan amat sangat banyak di sana.

Suatu kali Rasulullah ditanya, 

أَىُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ  تُطْعِمُ الطَّعَامَ ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ ، وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ

 “Amalan Islam apa yang paling baik?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Memberi makan (kepada orang yang butuh) dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenali dan kepada orang yang tidak engkau kenali.” (HR Bukhari)

Inilah sikap Islam yang  sesungguhnya, bahwa sejak awal memang Islam membawa rahmat bagi seluruh alam.

Fakta bahwa salam bertalian erat dengan semangat untuk menebar kasih sayang kepada siapa saja dan apa saja adalah sabda Rasulullah yang menegaskan,

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا الْأَرْحَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ

 “Hai manusia sebarkan perdamaian (salam), berilah makan dan sambunglah silaturahim, dan shalatlah tatkala manusia sedang tidur, maka kamu akan masuk surga dengan selamat (HR at-Tirmidzi)

Sebagaimana sifat Allah yang tak pernah membeda-bedakan kasih sayang-Nya bagi seluruh hamba maka Allah pun menggunakan salam untuk menyapa hambanya sebagai bentuk penghormatan dalam firmanNya tercatat dalam  Surat Yasin ayat 58 disebutkan: 

سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ “

(Kepada mereka dikatakan): "Salam", sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.”

Bahkan salam sebagai ucapan selamat pun Tuhan ucapkan sebagai media penghormatan. 

Ummat Islam sesungguhnya sangat paham dengan apa yang dinamakan persatuan dan kasih sayang. Sebab Islam memanglah dibangun diatas pondasi rahmatan lil alamin. Bahkan Rasulullah mengajarkan agar kebaikan apapun harus dibalas dengan kebaikan.

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرْوُفٌ فَلْيُجْزِئْهُ، فَإِنْ لَمْ يُجْزِئْهُ فَلْيُثْنِ عَلَيْهِ؛ فَإِنَّهُ إِذَا أَثْنَى عَلَيْهِ فَقَدْ شَكَرَهُ، وَإِنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ، وَمَنْ تَحَلَّى بَمَا لَمْ يُعْطَ، فَكَأَنَّمَا لَبِسَ ثَوْبَيْ زُوْرٍ

“Siapa yang memperoleh kebaikan dari orang lain, hendaknya dia membalasnya. Jika tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, hendaklah dia memuji orang tersebut, karena jika dia memujinya maka dia telah mensyukurinya. Jika dia menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkari kebaikannya. Seorang yang berhias terhadap suatu (kebaikan) yang tidak dia kerjakan atau miliki, seakan-akan ia memakai dua helai pakaian kepalsuan.”

(Shahih) Takhrijut Targhib (2/55), Ash Shahihah (617): [Tirmidzi: 25-Kitab Al Birr wash Shilah, 87-Bab Maa Jaa-a fii Man Tasyabba’a bimaa Lam Yu’thihi].

Keberagaman hanya perlu dirawat karena perangkat-perangkatnya sudah dimiliki seluruhnya.

Sebagaimana kita memperlakukan sebuah tanaman yang baru bertumbuh. Seperti itulah seharusnya kita memperlakukan bangsa ini. Ditanam dengan doa. Dirawat dengan hati. Dipandang dengan bahagia, tanpa harus ada salam pancasila.

Naser Muhammad